Namun, kontribusi ini lebih rendah dari kuartal I-2024 yang memberi sumbangan 0,86% dari pertumbuhan ekonomi periode tersebut yang 5,11%. Angka kontribusinya juga melemah dari 0,98% pada kuartal II 2023 dengan pertumbuhan ekonomi saat itu, 5,17%
Bea Masuk
Bobby lantas memberikan contoh kasus industri keramik yang menurutnya terpukul akibat kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) yang belum diterapkan dengan cepat untuk memproteksi industri lokal dari gempuran produk impor murah.
"Saya kasih contoh, misalnya industri keramik. Produk keramik yang dari China udah tiak bisa masuk ke Amerika [karena] dikasih bea masuk 400%. Dengan 400% ini akhirnya barang keramik-keramik [dari China] ini akhirnya larinya ke kita," tegasnya.
Selain itu, Bobby menjelaskan kontraksi ekonomi pascapandemi dan perang antara Russia-Ukraina menjadi latar belakang awal penurunan PMI dalam negeri. Situasi tersebut kian membuat pasar ekspor menjadi makin mengecil karena pertumbuhan ekonomi global yang rendah.
Meski pemerintah menurutnya telah beberapa kali berupaya mengantisipasi situasi ini dengan meningkatkan pangsa pasar domestik melalui kebijakan-kebijakan seperti peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 40% dalam belanja negara dan daerah telah ditetapkan.
Namun, menurut Bobby, permasalahan koordinasi antarkementerian harus segera diselesaikan.
"Pemerintah ini yang sekarang ini kan sebenarnya cuma tinggal 2 bulan lagi, tetapi jangan sampai sekali lagi membuat kebijakan-kebijakan atau koordinasi yang tidak cepat, sehingga nanti dampaknya kepada manufaktur," kata Bobby.
"PMI Indeks di bawah 50 ini tidak serta-merta terjadi. Itu kan akibat dari produksi yang turun dan permintaan yang juga turun. Itu sudah kelihatan dari penurunan indeks terus dari mulai Maret sampai sekarang yang juga terus turun. Jadi, kalau bisa turun terus ke bawah akibatnya banyak PHK masal. Itu yang mesti segera dihindari," tegasnya.
Masih Diidentifikasi
Di satu sisi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih mengidentifikasi pemicu turunnya PMI manufaktur yang terkontraksi pada Juli 2024 ini.
Menurutnya, beberapa kemungkinan yang mempengaruhi penurunan PMI manufaktur tersebut, termasuk penurunan permintaan dari barang-barang manufaktur yang termoderasi. Sementara itu, dari sisi domestik, dia sedang memantau apakah memang terdapat persaingan dengan barang impor.
"Permintaan domestik melemah, ekspor untuk negara-negara yang ekonomi mengalami kecenderungan melemah. Di sisi lain, ada harapan terhadap India [untuk ekspor] bukan barang manufaktur," kata Sri Mulyani selepas konferensi pers KSSK III-2024, Jumat (2/8/2024).
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan indeks kepercayaan bisnis justru mengalami level tertinggi jika diukur sejak Februari. Dengan begitu, dia mengaku akan membedah lebih lanjut mengapa PMI Manufaktur terkontraksi saat kepercayaan bisnis meningkat.
Menurut Bendahara Negara, kontraksi PMI manufaktur akan bersifat sementara karena terdapat optimisme dari sisi industri bahwa volume penjualan dan produksinya akan meningkat seiring dengan kondisi pasar yang tahun depan diperkirakan menguat.
Dengan demikian, pemerintah akan mendukung dengan berbagai macam dukungan, seperti melalui penerapann bea masuk antidumping untuk melindungi industri domestik dari praktik perdagangan tidak sehat.
"Jadi ini ada anomali, demand-nya menurun maknanya kami harus bedah lagi. Namun, dari sisi indeks kepercayaan bisnis, manufaktur ini pada Juli justru tertinggi dibandingkan dengan atau diukur dari sejak Februari," pungkasnya.
Sebagai informasi, indeks produksi manufaktur juga terperosok ke 48,8 pada Juli, dibandingkan dengan 51,4 pada Juni. Sementara itu, pemesanan baru juga jatuh ke level terendah sejak Agustus 2021.
"Perlambatan pasar secara umum mendukung memburuknya kondisi operasi selama Juli, dengan angka pesanan baru menurun dan produksi juga turun untuk pertama kalinya dalam lebih dua tahun terakhir. Para produsen melakukan kehati-hatian dengan aktivitas pembelian yang berkurang dan penurunan lapangan kerja pada tingkat tercepat sejak September 2021," kata Paul Smith, Economics Director di S&P Global Market Intelligence dalam pernyataan yang dirilis pekan lalu.
Sebagai informasi, indeks diukur dengan angka 50 sebagai penanda zona ekspansi. Bila di angka 50 atau di atasnya, maka aktivitas manufaktur masih ekspansif atau bertumbuh positif. Sebaliknya bila di bawah 50, artinya aktivitas turun atau terkontraksi.
Sebagai catatan, kondisi PMI manufaktur pada Juli 2024 disebut turut tercermin dalam survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin Juli 2024. IKI Juli 2024 mengalami penurunan 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5.
Pengaruh perlambatan nilai IKI pada Juli 2024 karena nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat.
(prc/wdh)