Pasar pun bertaruh bunga acuan The Fed tahun ini kemungkinan akan terpangkas antara 100-150 bps dengan probabilitas penurunan pertama sebesar 50 bps pada September nanti.
Sentimen itu memantik serbuan investor ke pasar surat utang di mana yield US Treasury tenor 2Y turun sampai 26,8 bps jadi 3,88%, diikuti oleh tenor 10Y yang turun 18,6 bps ke 3,79%. Obligasi negara maju lain seperti Jepang dan Jerman juga mencetak reli harga.
Tidak heran bila gelombang beli surat utang itu juga menular ke pasar domestik hari ini.
Pemodal asing terlihat sudah mendahului belanja pekan lalu. Berdasarkan data Bank Indonesia, selama periode transaksi pekan lalu 29 Juli-1 Agustus, asing net buy sebesar Rp10,27 triliun di pasar domestik, terdiri dari beli neto Rp5,77 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp2,19 triliun di Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dan beli neto Rp2,31 triliun di saham.
Alhasil, selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai 1 Agustus, posisi net sell asing di SBN makin kecil menjadi Rp28,04 triliun. Sementara posisi di pasar saham menjadi sebesar Rp2,20 triliun net sell dan di SRBI sebesar Rp173,32 triliun net buy.
Selama semester II-2024 saja hingga tanggal yang sama, nonresiden tercatat beli neto di SRBI sebesar Rp42,97 triliun dan beli neto di pasar SBN sebesar Rp5,92 triliun, serta jual neto di saham sebesar Rp2,54 triliun.
Alarm resesi AS
Beberapa ekonom mulai mengeluarkan kewaspadaan terhadap potensi resesi di AS. Ekonom Goldman Sachs Group meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
Namun, mereka mengatakan ada beberapa alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang penurunan ekonomi bahkan setelah tingkat pengangguran naik.
"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah laporan kepada klien pada Minggu (04/08/2024).
Ekonomi terlihat "baik-baik saja secara keseluruhan." Tidak ada ketidakseimbangan keuangan yang besar, dan bank sentral AS memiliki ruang yang cukup untuk memangkas suku bunga dan dapat melakukannya dengan cepat jika diperlukan, kata mereka.
JPMorgan dan Citigroup merevisi prediksi pemangkasan bunga The Fed pada September dari sebesar 25 bps menjadi 50 bps.
Ketakutan terhadap resesi AS itu, yang bisa memicu resesi global mengingat ukuran ekonomi Amerika yang besar dan dominan di lanskap dunia, menjadi pemicu aksi jual besar-besaran di aset saham. Bursa Asia merah merona di mana indeks Nikkei Jepang sempat anjlok hingga 7%.
Kini pada pukul 10:43 WIB, Nikkei tergerus 5,81%, TOPIX turun 5,73%, disusul oleh Taiwan Taipex yang tergerus 6,84%, KOSPI Korea turun 6,20%, FTSE Malaysia turun 2,73%, indeks saham Singapura juga turun 2,83%. Sementara bursa saham Indonesia, IHSG, tergerus 2%.
Kejatuhan bursa saham Asia hari ini sepertinya merupakan rambatan dari koreksi di Wall Street akhir pekan lalu. Kala itu, indeks S&P 500 anjlok 2,2% sementara Nasdaq 100 jatuh 2,3%.
Kekhawatiran akan hard landing AS menjadi penyebab pelaku pasar memasang mode risk off, jauh-jauh dari aset berisiko. Data ekonomi di Negeri Paman Sam menunjukkan pemburukan sehingga menimbulkan kecemasan akan resesi.
Pemodal ramai-ramai mengurangi posisi di aset berisiko dan mengalihkan dana mereka ke aset yang dinilai lebih aman di mana saat ini adalah surat utang, juga emas. Bahkan dolar AS pun tidak dilirik oleh pasar terindikasi dari indeks dolar AS jelang tengah hari ini yang semakin melemah ke 102,96. Sementara harga emas spot di pasar Asia, naik 0,14% ke kisaran US$2.446,63 per troy ounce.
(rui/hps)