Logo Bloomberg Technoz

Pasca rilis data tingkat pengangguran pada Jumat pekan lalu, reaksi pasar terlihat begitu kuat. Investor ramai-ramai melepas aset-aset yang dinilai lebih berisiko ketika pecah resesi, mirip dengan yang ditempuh sang investor kawakan. Indeks saham di pasar negara maju rontok dimulai dari S&P 500 yang terlempar hampir 2%, disusul Nasdaq yang ambles 2,43% pada penutupan bursa pekan lalu.

Apa yang terjadi pasar New York, merembet ke kawasan Asia di mana indeks saham Jepang, Nikkei, tergerus hingga 9,3% sampai pukul 12:04 WIB ini, didahului oleh indeks Topix yang turun 9,92%. Indeks saham di Taiwan dan Korea juga rontok lebih dari 8%.  'Kebakaran' pasar itu melanda juga ke bursa domestik di mana IHSG siang ini ditutup turun 1,99%.

Tekanan di pasar saham sepertinya masih akan berlanjut di Amerika hari ini terindikasi dari pergerakan pasar saham berjangka yang melanjutkan penurunan siang ini.

Surat utang dan emas diserbu

Ilustasi emas Fine Gold Switzerland

Sementara investor melepas saham yang termasuk kategori aset berisiko, dana global berkerumum menyerbu surat utang atau obligasi. Itu karena ekspektasi terhadap penurunan bunga Federal Reserve makin melesat seiring risiko resesi yang naik tajam.

Yield UST-2Y makin terpangkas ke 3,785%, turun 36,3 bps. Disusul oleh tenor 3Y yang juga turun 33,3 bps ke 3,626%. Sedang tenor 10Y, yield-nya turun 23,4 bps ke 3,742%.

Investor juga memburu emas yang kondang disebut sebagai aset safe haven kala ancaman resesi menguat. Di pasar Asia, harga emas spot naik di atas US$2.450 per troy ounce. Ditambah ketegangan di Timur Tengah yang tensinya meningkat, emas makin jadi buruan kala dolar AS ditinggalkan.

Langkah Buffet menimbun dana tunai sudah berlangsung sejak kuartal pertama tahun ini. Pada kuartal sebelumnya, Buffet membukukan posisi dana tunai sebesar US$189 miliar. Lonjakan posisi aset likuid atau setara cash itu juga disumbang oleh aksinya melepas saham teknologi seperti Apple dan saham energi Chevron. 

Dengan kini tumpukan aset tunai Buffet makin menggunung, investor makin harap-harap cemas akan peningkatan risiko resesi AS ke depan.

Peringatan ekonom

Beberapa ekonom mulai mengeluarkan kewaspadaan terhadap potensi resesi di AS. Ekonom Goldman Sachs Group meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.

Namun, mereka mengatakan ada beberapa alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang penurunan ekonomi bahkan setelah tingkat pengangguran naik.

"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah laporan kepada klien pada Minggu (04/08/2024).

Ekonomi terlihat "baik-baik saja secara keseluruhan." Tidak ada ketidakseimbangan keuangan yang besar, dan bank sentral AS memiliki ruang yang cukup untuk memangkas suku bunga dan dapat melakukannya dengan cepat jika diperlukan, kata mereka.

JPMorgan dan Citigroup merevisi prediksi pemangkasan bunga The Fed pada September dari sebesar 25 bps menjadi 50 bps. 

Ekonom Bloomberg Economics Chris G. Collins memperkirakan, tingkat pengangguran AS yang menyentuh 4,3% Juli lalu bisa semakin melesat hingga mencapai 4,5% akhir tahun ini. 

Kapasitas pasar tenaga kerja di AS dalam menyerap tenaga kerja, termasuk dari imigran yang baru datang ke negeri tersebut, terlihat makin turun dan kemungkinan butuh waktu lebih lama untuk menyerapnya. "Sahm rule yang memiliki rekam jejak yang baik dalam mengidentifikasi kemerosotan ekonomi di masa lalu, memperlihatkan, resesi tengah berlangsung ketika pergerakan rata-rata pengangguran tiga bulan meningkat setengah poin persentase di atas level terendah 12 bulan. Setelah data Juli, perbedaannya kini mencapai 0,53 ppt," jelas ekonom.

Secara historis, setelah indikator menyentuh 0,50 ppt, tingkat pengangguran akan meningkat hingga setidaknya 1,9-2 ppt.

"Kecepatan penduduk imigran baru terserap ke pasar tenaga kerja memiliki implikasi pada angka pengangguran nasional. Data dari enam bulan terakhir memperlihatkan, penyerapan imigran baru ke pasar tenaga kerja menurun. Kami perkirakan tren ini akan berlanjut hingga tingkat pengangguran naik ke 4,5% akhir tahun ini dan tahun depan makin naik ke 5%," jelas Collins dalam catatan yang dilansir 2 Agustus.

(rui/aji)

No more pages