"Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan perbatang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik," tulis pasal 434 pada poin d.
Putu juga menilai larangan rokok eceran ini dirasa tidak efektif dan bahkan bisa lebih merugikan.
“Adanya pelarangan ini bisa meningkatkan potensi rokok ilegal tersebar di warung-warung, yang konsumsi juga masyarakat. Kalau zat-nya lebih carcinogenic dan lebih berbahaya, yang lebih rugi masyarakat juga. Kalau ilegal, berarti tidak ada dalam bentuk tax revenue (pendapatan pajak) dari rokok itu juga. Pemerintah juga akan kena imbasnya,” tuturnya.
Belum lagi, lanjut dia, potensi pengurangan pendapatan bagi warung-warung dan potensi digerebek karena tidak mematuhi peraturan hukum.
“Asumsikan 1 batangnya diecer Rp2.500. Katakanlah satu warung itu mengecer 100 batang rokok, berarti pendapatan dari itu Rp250.000. Mereka bakal kehilangan angka tersebut kalau rokok eceran dilanggar. Nilai itu signifikan untuk mereka,” ujar Putu.
Menurut dia, banyak hal yang harusnya menjadi pertimbangan sebelum kebijakan tersebut diterapkan, termasuk dampak yang tidak diinginkan dan efektivitas kebijakan tersebut.
(lav)