Pertama, melakukan revisi terhadap peraturan yang berkaitan dengan perpajakan hulu migas. Revisi tersebut bakal dilakukan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta PP Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakukan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
“Ini kebijakan agar migas bisa lebih menarik. Kebijakan ada indirect tax, PPN, PBB, Bea Masuk, itu tahap eksploitasi masih dikenakan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat PP No. 27/2017 dan PP No. 53/2017 bisa diselesaikan, PP No. 53/217 sepertinya sudah selesai,” ujarnya.
Kedua, mendorong skema bagi hasil yang baru (new gross split), yakni dengan menyederhanakan komponen gross split dari 13 komponen menjadi lima komponen.
Arifin belum menjelaskan dengan lengkap perihal komponen yang disederhanakan tersebut, tetapi perinciannya komponen variabel yang awalnya 10 disederhanakan menjadi tiga dan komponen progresif menjadi dua.
Menyitir Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, pada saat persetujuan pengembangan lapangan, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif.
Komponen variabel yang dimaksud antara lain status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan karbon dioksida (CO2), kandungan hidrogen-sulfida (H2S), berat jenis (specific gravity) minyak bumi, tingkat komponen dalam negeri pada masa pergembangen lapangan, dan tahapan produksi.
Sementara komponen progresif adalah harga minyak bumi dan jumlah kumulatif produksi migas.
“Tadinya dari 13 komponen [disederhanakan] jadi lima komponen, dan ini sudah mendapat persetujuan dari Bapak Presiden [Joko Widodo],” ujarnya.
Selain itu, pemeritah juga menyiapkan tambahan split bagi kontraktor agar lebih menarik, bisa mencapai 95%, termasuk untuk migas nonkonvensional.
Ketiga, diperlukan pembebasan indirect tax termasuk PBB tubuh bumi tahap eksploitasi agar investasi menarik.
Saat ini PBB tubuh bumi dikenakan kepada KKKS terhadap total lifting termasuk bagian pemerintah. Semestinya hanya dikenakan pada lifting bagian KKKS saja (Production Sharing Contract Gross Split).
(dov/ros)