"Kemenperin tidak bisa sendiri dalam hal ini. Menjaga kinerja sektor manufaktur bukan saja untuk mempertahankan agar nilai tambah tetap dihasilkan di dalam negeri, namun juga melindungi tersedianya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia," tegasnya.
Sebagai catatan kondisi PMI manufaktur pada Juli 2024 disebut turut tercermin dalam survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin Juli 2024. IKI Juli 2024 mengalami penurunan 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5.
Pengaruh perlambatan nilai IKI pada Juli 2024 karena nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat.
Adapun beberapa faktor lain yang menahan laju ekspansi IKI, kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif yaitu pelemahan nilai tukar dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dikeluarkannya sekitar 26.000 kontainer dari pabean oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, tanpa pertimbangan teknis dari kementerian teknis terkait.
Febri menambahkan bahwa kebijakan pelarangan terbatas (lartas) yang kurang tegas menimbulkan banjir produk impor, yang akan menurunkan daya saing pelaku usaha di dalam negeri, dan tentu pada ujungnya mengurangi serapan tenaga kerja di dalam negeri.
Sebagai informasi, indeks S&P Global diukur dengan angka 50 sebagai penanda zona ekspansi. Bila di angka 50 atau di atasnya, maka aktivitas manufaktur masih ekspansif atau bertumbuh positif. Sebaliknya bila di bawah 50, artinya aktivitas turun atau terkontraksi.
"Perlambatan pasar secara umum mendukung memburuknya kondisi operasi selama Juli, dengan angka pesanan baru menurun dan produksi juga turun untuk pertama kalinya dalam lebih dua tahun terakhir. Para produsen melakukan kehati-hatian dengan aktivitas pembelian yang berkurang dan penurunan lapangan kerja pada tingkat tercepat sejak September 2021," kata Paul Smith, Economics Director di S&P Global Market Intelligence dalam pernyataan yang dirilis.
Survei yang dilakukan pada Juli terhadap perusahaan manufaktur di RI ini menunjukkan kemerosotan dalam produksi barang. Di samping itu, output dan pesanan baru juga sedikit menurun, sementara perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah karyawan untuk ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir tahun ini.
Adapun, kendala pasokan disebut sebagai salah satu faktor utama yang membatasi aktivitas manufaktur di Indonesia. Di sisi lain, inflasi harga input melemah akan tetapi biaya output naik dengan laju lebih kuat.
(wep)