Sebelumnya, kepada Bloomberg Technoz Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memproyeksi penurunan kinerja manufaktur Indonesia pada Juli 2024 masih akan terus berlanjut.
Menurutnya, PMI manufaktur Indonesia diperkirakan masih akan berada di sekitar angka 49 sampai 51 dalam 1-2 bulan ke depan, yang merupakan titik terendahnya.
"Karena pemulihan ekonomi masyarakat itu enggak terjadi di kelas menengah bawah. Saya kira ini juga sebabnya karena inflasi pangan, kemudian tidak ada penciptaan lapangan kerja yang besar," kata Tauhid, Kamis (1/8/2024).
Untuk itu, dia menilai dampak inflasi pangan dan kurangnya penciptaan lapangan kerja menjadi faktor yang menghambat pemulihan ekonomi. Walhasil, lambat laun akan terjadi penurunan daya beli masyarakat yang berujung pada sepinya pusat-pusat perbelanjaan dan menurunnya permintaan barang-barang industri.
"Sehingga, tentu saja, barang-barang industri dalam negeri kita tidak bisa bersaing dengan produk luar yang masuk ke dalam [negeri], terlalu besar dan menghantam produk-produk kita dengan harga yang lebih murah. Saya kira ini runtutnya akan banyak," jelasnya.
Adapun, berdasarkan catatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terjadi perlambatan 0,1 poin yakni 52,4 dibandingkan dengan Juni 2024. Perlambatan nilai IKI dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.
Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92, sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 atau masih kontraksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat 0,48 poin menjadi 55,53.
Sementara itu, dalam rilisnya disebut juga penurunan pesanan terjadi hampir di seluruh subsektor industri. Dari 23 sub sektor, 15 subsektor industri mengalami penurunan pesanan baru. Hal ini dikarenakan kondisi global yang belum stabil dan penurunan daya beli masyarakat di pasar domestik.
(prc/ain)