Nikel RI Dikucilkan AS, Pengusaha Tak Gentar Meski Harga Turun
Rezha Hadyan
12 April 2023 15:54
Bloomberg Technoz, Jakarta – Pelaku industri pertambangan dan pengolahan awal bijih nikel belum merasakan dampak dari diskriminasi mineral kritis Indonesia dalam insentif yang termuat di Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) of 2022 Amerika Serikat. Bagaimanapun, kebijakan itu telah memicu sentimen penurunan harga komoditas bahan baku baterai listrik tersebut.
Melalui UU tersebut, Pemerintah AS memberikan subsidi bagi komoditas mineral yang digunakan untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik, termasuk di antaranya adalah nikel. Dana yang akan digelontorkan untuk subsidi tersebut tidak main-main, mencapai US$370 miliar.
Namun, baterai kendaraan listrik yang mengandung komponen mineral asal Indonesia kemungkinan besar tidak akan mendapatkan subsidi tersebut. Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat karena belum memiliki perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan AS. Tidak hanya itu, AS menilai industri pertambangan nikel RI didominasi oleh perusahaan China.
Kalau bicara China kenapa lebih banyak atau mendominasi industri nikel di Indonesia? Karena memang mereka bergerak cepat dan mau mengikuti aturan yang ada di Indonesia
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, pelaku industri pertambangan maupun pengolahan bijih nikel di dalam negeri belum merasakan dampak dari kebijakan diskriminatif itu. Sebab, nyaris seluruh produk yang dihasilkan oleh industri nikel di Tanah Air adalah produk hasil pengolahan awal bijih nikel kadar rendah atau limonit, seperti nikel sulfat dan kobalt sulfat
“Kami belum merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Sebab, produknya ini masih setengah jadi, bukan dalam bentuk lanjutan komponen baterai kendaraan listrik seperti prekursor dan katoda,” katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Rabu (12/4/2023).