Data terbaru pada Kamis mencerminkan angka Klaim Pengangguran AS mencapai level tertinggi dalam hampir satu tahun, sementara Index Manufaktur menyusut.
Kegelisahan ini mendorong aksi jual yang masif di Wall Street semalam, menyeret Nasdaq jatuh lebih dalam dari 2,3%. Index unggulan S&P 500 melemah mencapai 1,37%, dan juga Dow Jones Index (DJIA) drop 1,21%.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, data pekerjaan yang akan dirilis pada Jumat akan memberikan kejelasan lebih aktual, dan diperkirakan akan menunjukkan perlambatan dalam peran baru yang ditambahkan ke dalam perekonomian.
“Pasar mendekati mode panik karena banyak faktor ekonomi menyatu, mendukung pergeseran menjauh dari aset-aset berisiko,” kata Jose Torres di Interactive Brokers.
Para ekonom memperkirakan moderasi dalam pertumbuhan pekerjaan dalam laporan ketenagakerjaan Pemerintah di Juli yang akan dirilis Jumat. Sebuah survei yang dilakukan oleh 22V Research menunjukkan 42% investor berpikir bahwa reaksi pasar terhadap data pekerjaan pada Jumat akan ‘Risk-Off’, 36% mengatakan ‘Diabaikan/campuran’ dan hanya 22% yang ‘Risk-On’.
“Pasar tenaga kerja telah memancarkan sinyal-sinyal peringatan selama beberapa bulan terakhir,” kata Chris Senyek di Wolfe Research. Di mana ini terjadi di tengah melemahnya data-data ekonomi.
Kondisi tersebut membuat investor kembali wait and see apakah Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) yang dipimpin oleh Jerome Powell cukup bijaksana untuk memotong suku bunga acuan hingga sebelum September.
Sebelumnya, Komite Pasar Terbuka The Fed (Federal Open Meeting Committee/FOMC), secara bulat memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan tidak berubah pada kisaran 5,25% – 5,5%, level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, untuk pertemuan kedelapan berturut-turut.
Powell mengatakan pemangkasan suku bunga bisa terjadi paling cepat September pada jumpa pers pada Rabu waktu setempat.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25% – 5,50%, tertinggi dalam 23 tahun dan memberi petunjuk mereka semakin dekat untuk mencapai tingkat kepercayaan yang dibutuhkan untuk menurunkan suku bunga seiring dengan inflasi yang semakin turun dan pasar tenaga kerja AS yang mulai melambat.
“Investor semakin merasa optimis mengenai penurunan suku bunga dalam waktu dekat,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sementara itu, dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik mengumumkan data inflasi RI pada periode Juli. Di luar ekspektasi pasar, terjadi deflasi secara bulanan.
Tak hanya terjadi deflasi di Juli, ini sekaligus menjadi deflasi bulan ketiga berturut-turut pada 2024.
Pada Kamis, BPS memaparkan, deflasi pada Juli tercatat 0,18% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Makin 'Dalam' dibandingkan dengan Juli dan juga Mei yang deflasi masing-masing di angka 0,08%, dan 0,03%.
Dengan itu, angka deflasi Juli menjadi yang terdalam dalam rentetan beruntun tiga bulan.
Adapun dibandingkan tahunan (year-on-year/yoy) terjadi inflasi sebesar 2,13% dan secara tahun kalender (year-to-date/ytd) terjadi inflasi 0,89%.
Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg sebelumnya menghasilkan median proyeksi inflasi bulanan pada Juli terjadi inflasi 0,02%. Sedangkan inflasi tahunan diperkirakan 2,39%.
IHSG sepertinya juga masih akan terbebani oleh data PMI Manufaktur yang mencatat kontraksi pertama kali sejak pandemi. Aktivitas manufaktur yang semakin lesu di tengah laju Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang kian tinggi, mengancam pertumbuhan ekonomi ke depan.
S&P Global melaporkan, aktivitas manufaktur yang terindikasi dari Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia pada Juli turun ke zona kontraksi di 49,3, dari sebelumnya di posisi 50,7 pada Juni.
Indeks Produksi (Output) terperosok ke 48,8 pada Juli, dibandingkan dengan 51,4 pada pada Juni. Sementara pemesanan baru juga jatuh, hingga terbenam ke level terendah sejak Agustus 2021.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,97% ke 7.325 dan masih didominasi oleh volume pembelian.
“Selama IHSG belum mampu break 7.354 sebagai resistance terdekatnya, saat ini posisi IHSG diperkirakan sedang berada pada bagian awal dari wave 2 dari wave (3),” papar Herditya dalam risetnya pada Jumat (2/8/2024).
Herditya juga memberikan catatan, sehingga pergerakan IHSG masih rawan melanjutkan koreksinya. Adapun area koreksi IHSG diperkirakan akan menguji ke rentang 7.026-7.103.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, INKP, MAPI, MTEL, dan ICBP.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, IHSG rawan profit taking di perdagangan Jumat (2/8), pasca penguatan hampir 1% di Kamis (1/8) kemarin.
“IHSG diperkirakan dibayangi oleh pelemahan signifikan indeks-indeks global (1/8),” tulisnya.
Pelemahan ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa The Fed mungkin sudah terlalu terlambat dalam memangkas sukubunga acuan untuk mencegah resesi Ekonomi AS. Kekhawatiran ini dipicu oleh dua data ekonomi terbaru yang menunjukan pemburukan signifikan. Initial Jobless Claims bertambah 249.000 di pekan lalu, penambahan terbesar sejak 2023. ISM Manufacturing PMI turun signifikan ke 46,8 di Juli 2024 dari sebelumnya 48,5 di Juni 2024.
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi BBNI, BMRI, BBTN, BBRI, dan TOWR.
(fad)