"Belum ada perintah baru secara khusus, apakah itu evakuasi atau bukan," kata seorang pejabat AS kepada Al Arabiya English. "Namun, kami jelas berada dalam posisi untuk melaksanakan, sesuai kebutuhan, setiap perintah yang diberikan."
Kedua pejabat AS tersebut berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya untuk membahas hal-hal yang sensitif. Departemen Luar Negeri AS pada Rabu menyarankan warga negara AS untuk tidak melakukan perjalanan ke Lebanon atau Israel utara karena meningkatnya ketegangan antara Hizbullah dan Israel, dan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan mereka ke kedua negara tersebut.
Tidak ada keputusan yang dibuat untuk mengevakuasi warga negara atau pegawai pemerintah dari kedua negara tersebut. Para pejabat AS mengatakan bahwa mereka telah diberi peringatan sesaat sebelum operasi Israel yang menewaskan Fuad Shukr dari Hizbullah, tapi mereka membantah berperan dalam serangan ini.
Israel mengaku bertanggung jawab atas serangan yang terjadi di jantung benteng pertahanan Hizbullah di pinggiran selatan Beirut tersebut. Israel mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan balasan atas roket yang menghantam lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dan menewaskan beberapa anak pada akhir pekan lalu.
Para pejabat AS mengatakan bahwa Hizbullah tidak diragukan lagi menembakkan rudal tersebut, tapi mereka percaya bahwa rudal tersebut secara keliru menyasar lapangan sepak bola. Hizbullah terus menyangkal bahwa mereka meluncurkan roket tersebut.
Pasukan AS di wilayah tersebut bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan serangan di Irak dan Suriah setelah serangan Israel tersebut. "Ini adalah [modus operandi] mereka, jadi kami mengantisipasi Iran atau kelompok-kelompok yang mereka dukung mengeluarkan perintah untuk menargetkan pasukan kami. Itulah yang telah mereka lakukan di masa lalu dan apa yang kami perkirakan akan terjadi sekarang," kata salah satu pejabat.
Potensi eskalasi meningkat setelah operasi kedua terjadi ketika Ismail Haniyeh dibunuh di dalam sebuah kompleks di Iran. Pemimpin politik Hamas itu berada di sana untuk menghadiri pelantikan presiden Iran yang baru. Para pejabat AS meyakini bahwa Israel berada di balik pembunuhan Haniyeh dan mengatakan bahwa mereka tidak terlibat. Shukr dan Haniyeh telah ditetapkan sebagai teroris oleh AS, dengan Shukr dituduh memainkan peran penting dalam pengeboman 23 Oktober 1983 terhadap Barak Korps Marinir AS di Beirut yang menewaskan 241 prajurit AS.
Hizbullah, Hamas, dan pendukung utama mereka di Iran, serta proksi regional lainnya yang didukung oleh Teheran, semuanya telah bersumpah untuk merespons serangan tersebut.
Paul Salem, Wakil Presiden untuk Keterlibatan Internasional di Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington meramalkan Hizbullah dan Iran pasti akan membalas. "Dan sulit untuk membayangkan bahwa mereka akan membidik target lain selain target bernilai tinggi di Tel Aviv untuk menunjukkan kesimetrisan setelah serangan di Teheran dan Beirut. Hal itu akan menghasilkan eskalasi otomatis dan besar," tulisnya baru-baru ini.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan pada minggu ini bahwa pembunuhan tersebut "tidak membantu menurunkan suhu" di wilayah tersebut. "Saya tidak akan bersikap politis tentang hal itu."
Terlepas dari meningkatnya retorika dan pembunuhan tingkat tinggi yang terjadi minggu ini, para pejabat AS saat ini dan mantan pejabat AS masih menilai bahwa tidak ada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini yang menginginkan perang habis-habisan.
"Saya rasa kemungkinan besar kita akan terus melihat respon regional atas apa yang terjadi di Dataran Tinggi Golan," ujar Jenderal Purn. Joseph Votel, mantan komandan Komando Pusat AS (CENTCOM).
Berbicara kepada Al Arabiya English sebelum serangan Israel di Beirut, Votel meramalkan bahwa kelompok-kelompok milisi Syiah yang setia kepada Iran akan merespons.
"Serangan-serangan di Irak dan Suriah akan dirancang untuk meningkatkan tekanan terhadap AS dengan harapan bahwa [AS] akan memberikan lebih banyak tekanan kepada Israel dan memperdalam kesenjangan dalam pendekatan kebijakan," ujar Votel.
Hizbullah dan kelompok-kelompok lain yang disebut sebagai Poros Perlawanan telah menyatakan bahwa serangan-serangan mereka ke Israel akan berhenti jika ada gencatan senjata di Gaza.
(red/ros)