Kemudian melihat perbandingan pengasuh dan guru. Novia mengatakan untuk satu tahun itu 1:1. 1 guru 1 anak, maksimal 1 guru 2 anak. Usia 2-3 tahun itu 1:3 kalau di atas 3 tahun 1:4.
"Itu tergantung masing-masing anak-anak, dari daycare ke daycare dan ada anak yang belum pernah mendapatkan pengalaman di sana. Belum lagi pola asuh, sering ajak anak keluar lebih terbiasa ketemu orang dia baru dia kenal. Setiap anak itu berbeda," tambahnya.
Kemudia kedua yang diperhatikan mengetahui pemilik tempat daycare. Mulai dari latarbelakang pemilik, pendidikannya, pengalaman.
"Ini penting banget ini jadi kata kunci. Kalau kasus sekarang ini influencer parenting tapi tidak punya latar belakang semuanya ga ada," nilainya.
Ketiga memperhatikan kurikulum yang dipakai tempat daycare. Juga memastikan guru, pengasuh benar memiliki kredibilitas. Kompetensi harus sesuai dengan persyaratan di Kemendikbudristek.
"Lalu, kurikulum apa yang dipakai, jangan hanya melihat fasilitas. Memang fasilitas penting, tapi bukan prioritas utama. Pertama kurikulum bagus, programnya bagus, fasilitasnya bisa diikuti baik," lanjutnya.
Keempat adanya monitoring dari pemerintah ini dari Kemendikbud dan pengawasan.
"Karena guru bisa berganti. Satu guru ganti, lalu harus dilaporkan. Kompetensi sama ga," katanya.
Kemudian bicara soal P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) untuk anak-anak ketika berada di tempat daycare. Hal ini harus ada di tempat daycare.
Antar dan penjemputan anak-anak juga perlu diketahui oleh orang tua sebelum benar-benar memutuskan dititipkan di daycare.
"Bagaimana kalau anak kecelakaan, kesedak, berdarah, panas tinggi, step panas tinggi bagaimana SOP mereka belum pengantaran, belum penjemputan siapa yang antar, siapa yang jemput harus jelas," tegas Novita.
(dec/spt)