Selain itu, produk-produk impor yang lebih murah turut menekan industri dalam negeri.
"Sehingga, tentu saja, barang-barang industri dalam negeri kita tidak bisa bersaing dengan produk luar yang masuk ke dalam [negeri], terlalu besar dan menghantam produk-produk kita dengan harga yang lebih murah. Saya kira ini runtutnya akan banyak," jelasnya.
Pertumbuhan Ekonomi
Tauhid memproyeksi bahwa dampak dari penurunan nilai PMI manufaktur ini juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nasional selepas kuartal II-2024, yang diproyeksikannya mencapai di bawah 5%.
Untuk diketahui, skor PMI Indonesia pada Juli merupakan yang terendah sejak Agustus 2021, ketika perekonomian Indonesia mati suri akibat Covid-19.
Adapun, berdasarkan catatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terjadi perlambatan 0,1 poin yakni 52,4 dibandingkan dengan Juni 2024. Perlambatan nilai IKI dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.
Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92, sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 atau masih kontraksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat 0,48 poin menjadi 55,53.
Sementara itu, dalam rilisnya disebut juga penurunan pesanan terjadi hampir di seluruh subsektor industri. Dari 23 subsektor, 15 subsektor industri mengalami penurunan pesanan baru. Hal ini dikarenakan kondisi global yang belum stabil dan penurunan daya beli masyarakat di pasar domestik.
"Beberapa faktor lain yang menahan laju ekspansi IKI yaitu pelemahan nilai tukar dan pemberlakuan kebijakan relaksasi impor pasca dibukanya 26.000 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan oleh Menko Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan. Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan yang sinergis dalam pembangunan industri pengolahan," ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif pada Rilis IKI Juli 2024.
(prc/wdh)