Menurut Yannes, meskipun insentif untuk kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan diberikan, harga BEV masih terlalu mahal dibandingkan dengan kendaraan bermesin pembakaran dalam atau internal combustion engine (ICE).
Selain itu, dari sisi kebijakan, PP No.73/2019 belum memiliki aturan teknis yang jelas pada level kementerian dan direktorat jenderal mengenai perhitungan emisi karbon, sehingga implementasinya belum optimal.
Dengan demikian, keberadaan Peraturan Presiden atau Perpres No. 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon diharapkan dapat mengisi kekosongan hukum terkait dengan pengaturan emisi karbon.
"Perpres No. 14/2024 yang hadir untuk mengatasi beberapa kekurangan tersebut dengan memberikan pengaturan yang lebih komprehensif mengenai penangkapan dan penyimpanan karbon, termasuk mekanisme pemantauan dan pelaporan emisi karbon juga masih belum diketahui aturan turuanannya hingga ke level operasional" tegasnya.
Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyebut PPnBM kendaraan roda empat telah jelas diatur melalui PP No. 73/2019, yang kemudian diubah dengan PP No. 74/2021 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.
Untuk itu, penetapan insentifnya haruslah berdasarkan tingkat emisi karbon kendaraan tersebut.
"PP No. 74/2021 [...] di dalamnya [mengatur soal] pengenaan tarif PPnBM dilihat berdasarkan tingkat emisi karbon kendaraan bermotor," jelas Putu kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (30/7/2024).
Terkait dengan rencana insentif tersebut, Putu menyebut Kemenperin turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Meski demikian, otoritas industri menurutnya tidak hanya akan fokus pada insentif bebas PPnBM bagi low cost green car (LCGC), tetapi juga mendukung pengembangan teknologi kendaraan ramah lingkungan lainnya seperti hybrid, plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), BEV, flexy engine, dan fuel cell.
"Sehingga baik industri maupun konsumen memiliki pilihan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan," ujarnya.
Adapun menurut data Gaikindo, total penjualan mobil di tingkat ritel pada paruh pertama tahun ini hanya 431.987 unit atau turun 14% dari 502.533 unit dari tahun sebelumnya alias secara year on year (yoy).
Pada Juni 2024, penjualan di tingkat ritel mencapai 70.198 unit turun 12,3% secara yoy. Lalu, penjualan pada Juni 2024 sebesar 70.198 juga turun 2,7% dari bulan sebelumnya atau secara month to month (mtm) yang sebanyak 72.176 unit.
Pada semester I-2024, Toyota berhasil memasarkan total 140.608 unitnya dengan pangsa pasar di tingkat ritel berada di level 32,5% dari total nasional. Namun, penjualan ritel Toyota pada Juni 2024 hanya sebanyak 23.3987 unit, turun 0,36% dari penjualan bulan sebelumnya yang mencapai 24.074 unit.
(prc/wdh)