Pada pembukaan pasar Asia hari ini, valuta kawasan menguat dipimpin oleh won Korea 0,16%, baht 0,14%, disusul oleh yuan offshore 0,08% dan dolar Singapura 0,01%. Begitu juga bursa saham Asia yang sudah buka lebih dulu pagi ini, naik 1,23% seperti indeks Kosdaq Korea.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat hari ini meski terbatas, setelah adanya sejumlah sentimen yang terjadi saat tutup perdagangan. Potensi penguatan rupiah terlihat menuju ke resistance terdekat pada level Rp16.240/US$, resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.200/US$ usai break MA-50, dan juga terdapat Rp16.170/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dengan time frame daily.
Selanjutnya nilai rupiah memiliki level support psikologis pada level Rp16.300/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya pada level Rp16.330/US$, dan Rp16.350/US$ yang makin menjauhi dan MA-100 nya.
Bunga The Fed turun September
Hasil pertemuan The Fed, Federal Open Meeting Committee (FOMC) yang diumumkan dini hari tadi memastikan bunga The Fed Juli dipertahankan di 5,5%, sesuai prediksi pasar.
Namun, yang memicu euforia hebat di pasar adalah pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell dalam taklimat media 30 menit setelah keputusan FOMC diumumkan.
Powell menyatakan, penurunan tingkat bunga acuan bisa terjadi paling cepat pada September nanti. The Fed akan menggelar FOMC pada 18 September nanti, sekitar 7 minggu dari sekarang.
“Pertanyaannya adalah apakah keseluruhan data, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko konsisten dengan meningkatnya keyakinan terhadap inflasi dan mempertahankan pasar tenaga kerja yang solid,” kata Powell kepada wartawan, Rabu (31/07/2024). “Jika ujian itu terpenuhi, pengurangan suku bunga kebijakan kami bisa saja dibahas pada pertemuan berikutnya di bulan September.”
Para pembuat kebijakan bank sentral paling berpengaruh di dunia itu juga membuat beberrapa penyesuaian bahasa dalam siaran pers pengumuman bunga acuan, yang memperlihatkan sinyal kuat kebijakan The Fed selanjutnya adalah pemangkasan bunga pinjaman. Secara khusus, Komite beralih dengan mengatakan bahwa mereka "memperhatikan risiko kedua sisi dari mandat gandanya," dibandingkan kata-kata sebelumnya yang hanya berfokus pada risiko inflasi.
“Dalam beberapa bulan terakhir, telah ada kemajuan lebih lanjut menuju target inflasi komite sebesar 2%,” kata pernyataan FOMC. “Komite menilai bahwa risiko untuk mencapai tujuan terkait ketenagakerjaan dan inflasi terus bergerak ke keseimbangan yang lebih baik.”
Bagi pelaku pasar, inilah momen yang sangat ditunggu-tunggu sekian bulan lamanya ketika untuk pertama kalinya sinyal pemangkasan bunga dinyatakan begitu terang oleh pejabat The Fed. Bank sentral AS telah melakukan pengetatan paling agresif dalam 40 tahun terakhir sejak 2022 untuk menjinakkan inflasi di negeri itu yang 'terbang tinggi' akibat disrupsi rantai produksi akibat pandemi.
Dominasi AS dalam ekonomi global membuat langkah The Fed menciptakan gelombang kebijakan pengetatan di negara-negara lain, tak terkecuali Indonesia. Maka itu, apa yang dinyatakan oleh Powell dini hari tadi menjadi penanda penting yang menjadi isyarat, pelonggaran moneter semakin dekat.
Faktor geopolitik
Namun, euforia pasar itu mungkin akan dibayangi oleh krisis geopolitik di Timur Tengah pasca pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Ismail Haniyeh oleh Israel di Iran. Peningkatan tensi konflik tersebut mungkin akan memperpendek periode euforia The Fed.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah memerintahkan serangan langsung terhadap Israel sebagai balasan atas apa yang dikatakan sebagai pembunuhan pemimpin tertinggi Hamas saat berada di Teheran.
Menurut laporan New York Times, mengutip tiga pejabat Iran yang tidak disebutkan identitasnya, Khamenei memberikan perintah tersebut dalam sebuah pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran pada Rabu (31/07/2024) pagi.
Harga minyak dunia bereaksi terhadap peningkatan tensi krisis tersebut meski masih di bawah US$80 per barel untuk jenis West Texas Intermediate.
Pada saat yang sama, potensi penguatan rupiah juga mungkin masih akan menghadapi sentimen negatif dari aktivitas manufaktur yang merosot ke level terendah sejak Agustus 2021.
S&P Global mengumumkan, indeks manufaktur Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia pada bulan Juli turun ke zona kontraksi di 49,3, dari posisi 50,7 di bulan Juni.
Indeks Juli tersebut menjadi yang terendah sejak Agustus 2021, ketika perekonomian Indonesia mati suri akibat terjangan pagebluk.
"Perlambatan pasar secara umum mendukung memburuknya kondisi operasi selama Juli, dengan angka pesanan baru menurun dan produksi juga turun untuk pertama kalinya dalam lebih dua tahun terakhir. Para produsen melakukan kehati-hatian dengan aktivitas pembelian yang berkurang dan penurunan lapangan kerja pada tingkat tercepat sejak September 2021," kata Paul Smith, Economics Director di S&P Global Market Intelligence dalam pernyataan yang dirilis hari ini.
-- update pada analisis teknikal dan data PMI Manufaktur.
(rui)