“Mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,” ucap jaksa.
Pada kenyataannya RKAB yang disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah TBK. Perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah kemudian leluasa melakukan penambangan secara ilegal dan melakukan transaksi jual beli bijih timah kepada PT Timah selaku pemegang IUP.
Padahal, seharusnya PT Timah tidak membeli bijih timah dari wilayah yang sudah dimiliki IUP-nya sendiri. Terlebih, jaksa menyebut Suranto menerima fasilitas berupa hotel dan transport daro PT Stanindo Inti Perkasa. Sedangkan Amir Syahbana tercatat sebagai salah satu penerima keuntungan yang besarnya mencapai Rp325,9 juta.
Suranto bersama dua pejabat ESDM lainnya Rusbani dan Amir Syahbana dituding telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan illegal di Wilayah IUP PT Timah, Tbk.
Hal ini membuat para tersangka lain dalam kasus ini leluasa mengeruk timah dan menjualnya kembali ke TINS. Mereka adalah Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis dari PT Refined Bangka Tin; Robert Indarto dari PT Sariwiguna Binasentosa; serta Tamron, Achmad Albani, Buyung, dan Hasan Tjhie dari CV Venus Inti Perkasa.
Selain itu, Suwito Gunawan dan MB Gunawan pada PT Stanindo Inti Perkasa; serta Hendry Lie, Fandy Lingga, dan Rosalina pada PT Tinindo Internusa.
(fik/frg)