“Setiap Orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194,” bunyi poin 1 Pasal 195.
Bea Cukai Belum Lakukan Pembahasan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Dirjen Bea Cukai Kemenkeu) Askolani menyatakan bahwa pihaknya belum melakukan pembahasan pengenaan cukai pada makanan cepat saji dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Sebab, regulasi yang mengatur hal tersebut baru dibuat dan nantinya Kemenkes akan mengatur mekanisme pengenaan dengan berkoordinasi bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu.
“Belum tahu, belum tahu persisnya.Itu kan baru ditulis ya, nanti implementasinya kita tunggu standnya Kemkes. Yang punya PP itu leadnya Kemkes. Jadi sabar ya,” kata Askolani saat ditemui di kantornya, Rabu (31/7/2024).
Ia menegaskan, jika kajian pengenaan cukai pada makanan cepat saji telah dilakukan maka akan memakan waktu yang panjang. Namun, hingga kini Kemenkeu masih belum melakukan kajian tersebut.
Askolani menyebutkan, terdapat beberapa aspek yang menjadi perhatian ketika melakukan kajian pengkategorian Barang Kena Cukai (BKC). Ia juga meyakini bahwa Kemenkes memiliki kajiannya sendiri atas usul pengenaan cukai pada makanan cepat saji itu,
“Ngobrol, belum. Tentunya nanti kan itu kan mesti dikaji lengkap dulu. Kan nggak semudah itu ya. Kami harus ngeliat kondisi industrinya. Kondisi kesehatan, kondisi ekonomi,:” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan suatu barang atau produk yang masuk ke dalam kategori BKC harus melewati proses kajian, pembahasan dengan DPR, hingga penetapan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Oh jauh, itu baru usulan dari kesehatan kan dan itu untuk mengatasi itu nggak mesti pakai cukai, jadi masih jauh itu kan ide-ide,” ucap Nirwala dalam keterangan resminya kepada awak media, dikutip Rabu (31/7/2024).
Ia menjelaskan terdapat empat kriteria BKC, yakni barang yang konsumsinya harus dikendalikan, peredarannya harus diawasi, penggunaan atau konsumsinya menimbulkan eksternalitas negatif bagi kesehatan maupun lingkungan, dan kriteria perlunya pungutan negara untuk keseimbangan.
Dengan demikian, Nirwala menyebut bahwa makanan cepat saji masuk kedalam kriteria konsumsi menimbulkan eksternalitas negatif bagi kesehatan.
(azr/lav)