Untuk diketahui, Harvey juga disebut secara aktif melakukan pendekatan dan komunikasi dengan petinggi PT Timah Tbk untuk mendapatkan akses praktek tambang liar di wilayah IUP pada perusahaan pelat merah tersebut.
Harvey juga menyodorkan sejumlah perusahaan smelter yang terlibat dalam mengolah hasil tambang ilegal dari wilayah IUP tersebut. Perusahaan yang disodorkan Harvey diantaranya, CV Venus Inti Perkasa (VIP); PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS); PR Stanindo Inti Perkasa (SIP); dan PT Tinindo Internusa (TIN).
Sedangkan peran Helena berkaitan erat dengan Harvey pada kasus ini. Harvey yang mengumpulkan keuntungan dari praktek korupsi antara PT Timah dan empat perusahaan smelter menjalin kerja sama dengan Helena.
Harvey mencoba menyembunyikan uang korupsi tersebut dengan menyerahkan pada PT Quantum Skyline Exchange (QSE) dalam bentuk seolah dana Corporate Social Responsibility (CSR). Helena yang menjabat sebagai Manager di PT QSE kemudian mengelola uang tersebut untuk kembali dibagikan kepada orang-orang yang terlibat dalam kasus korupsi wilayah IUP PT Timah.
Hari ini, Pengadilan Negeri Tipikor menggelar persidangan perdana terkait dengan kasus korupsi terkait dengan IUP di sekitar perusahaan tambang tersebut. Tiga tersangka yang diseret pertama kali pada persidangan adalah Suranto; Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepauan Bangka Belitung periode 5 Maret sampai 31 Desember 2019, Rusbani, alias Bani; dan Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2018-2021, Amir Syahbana.
Berkas perkara atas nama Harvey dan Helena sendiri masih dalam tahap penuntutan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
(fik/frg)