Bloomberg Technoz, Jakarta - Kabar bahwa perusahaan tambang terbesar di dunia, BHP Group Ltd, berpeluang melakukan investasi di Indonesia memberikan warna lain kepada sektor nikel, yang selama ini dikuasai oleh pemodal China.
Dengan adanya potensi investasi tersebut, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, industri nikel Indonesia bakal lebih kompetitif karena menjadi faktor pendorong bagi kemajuan nikel Indonesia.
“Kalau benar BHP akan masuk Indonesia, ini hal yang sangat bagus. Pasti akan berdampak positif bagi industri nikel Indonesia karena BHP ini investor besar yang sudah memiliki ekosistem bisnis nikel dari hulu sampai hilir,” ujar Bisman kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (31/7/2024).
Menurut Bisman, hal-hal yang harus disiapkan oleh pemerintah bila BHP benar-benar menanamkan investasinya di Indonesia adalah memfasilitasi perizinan, memberikan jaminan kepastian hukum dan insentif bila diperlukan.
Selain itu, hal penting yang juga harus menjadi perhatian adalah ihwal lingkungan hidup dan potensi dampaknya.

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Energi Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa mengatakan pada prinsipnya semua pihak bisa melakukan investasi pada sektor pertambangan di Indonesia.
Namun, Iwa mengatakan, hal yang harus diperhatikan adalah kepentingan Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, bukan semata-mata hanya untuk mengisi penerimaan negara semata.
“Prinsip kedaulatan dan kemandirian harus diutamakan. Apalagi, produk tambang nikel punya nilai strategis sehingga perlu dijaga kedaulatannya,” ujarnya.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengatakan beberapa smelter di Indonesia telah melakukan impor bijih nikel dari Filipina dengan kadar 1,4% sebesar 385.000 ton hingga Juli 2024.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan impor nikel dilakukan seiring dengan makin banyaknya jumlah pabrik pemurnian atau smelter nikel di Indonesia.
“Bahan baku [nikel] sudah sampai ada yang impor loh, saking [perusahaan-perusahaan smelter] fight untuk mengambil bahan baku,” ujar Meidy saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Selasa (30/7/2024).
Sekadar catatan, Kementerian Perindustrian mencatat sampai dengan Maret 2024, Indonesia memiliki total 44 smelter nikel yang beroperasi di bawah binaan Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE). Lokasi terbanyak berada di Maluku Utara dengan kapasitas produksi 6,25 juta ton per tahun.
Jumlah tersebut belum termasuk 19 smelter nikel yang sedang dalam tahap konstruksi, serta 7 lainnya yang masih dalam tahap studi kelaikan atau feasibility studies (FS). Dengan demikian, total proyek smelter nikel di Indonesia per Maret 2024 mencapai 70 proyek.
Selain itu, Meidy sebelumnya juga mengungkapkan BHP berpeluang untuk masuk dan melakukan investasi terhadap perusahaan tambang nikel di Indonesia, walaupun sebelumnya telah mengumumkan akan menyetop bisnis nikelnya yang merugi di Australia setidaknya hingga awal 2027.
Meidy tidak menutup kemungkinan raksasa tambang global asal Australia tersebut bakal melakukan investasi pada pemerintahan yang akan mendatang, yakni pada masa Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Periode 2024—2029 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
“Kita sempat berdiskusi, tidak menutup kemungkinan, ini belum pasti ya; BHP akan masuk ke Indonesia. Kayaknya [masuk] tergantung situasi politik. Ini kita lagi menunggu regulasi apa untuk pemerintahan yang baru. Kita melihat nanti mungkin tahun depan kali ya [baru masuk],” ujar Meidy saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Selasa (30/7/2024).
(dov/wdh)