APNI Beber Alasan Raksasa Tambang BHP Lirik Investasi Nikel di RI
Dovana Hasiana
30 July 2024 14:00
Bloomberg Technoz, Jakarta - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mensinyalir BHP Group Ltd mulai melirik investasi pada perusahaan tambang nikel di Indonesia akibat biaya produksi yang makin mahal di Australia, yang turut memicu rencana penutupan bisnis nikelnya di Negeri Kanguru hingga setidaknya awal 2027.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan penambang terbesar di dunia asal Australia itu memiliki biaya produksi yang besar karena memproduksi nikel sulfida. Biaya produksi nikel jenis tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penambang nikel Indonesia yang memproduksi laterit.
Meidy menggarisbawahi penambang nikel asal Australia tersebut bisa saja bertahan dengan biaya produksi yang besar, asalkan harga nikel berada pada level US$25.000/ton.
“Namun, kalau harga nikel dunia sudah menyentuh level sampai US$16.000/ton, apalagi nanti US$15.000/ton, nah itu salah satu yang membuat BHP akhirnya mungkin menyerah daripada loss terus. Kita juga sempat berdiskusi sama BHP, belum pasti ya, tidak menutup kemungkinan BHP akan masuk ke Indonesia,” ujar Meidy saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Selasa (30/7/2024).
Menyitir data London Metal Exchange (LME) hari ini, Selasa (30/7/2024), nikel menguat 0,28% secara harian menjadi US$15.837/ton pada penutupan perdagangan Senin (29/7/2024).