Bloomberg Technoz, Jakarta - Gelar lelang sukuk negara, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), hari ini berlangsung di tengah sentimen pasar yang cenderung memburuk akibat sikap waspada investor global mengantisipasi hasil pertemuan Federal Reserve.
Animo investor diperkirakan stagnan karena pelaku pasar sepertinya akan lebih menahan diri meskipun pekan lalu terlihat ada indikasi kembalinya minat pemodal asing masuk ke pasar obligasi negara dan mengurangi posisi di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Mengawali pekan ini, pasar surat utang RI sejatinya tengah bergairah. Pada perdagangan Senin kemarin, investor memborong surat utang RI terungkit sentimen data inflasi PCE Amerika yang semakin landai.
Alhasil, mayoritas tenor Surat Berharga Negara (SBN) mencatat penurunan imbal hasil, indikasi kenaikan harga. Berdasarkan data Bloomberg, yield SBN mencatat penurunan signifikan terutama tenor pendek 2Y yang terkikis hingga 7 bps ke 6,562%, disusul oleh tenor 6Y yang turun 4,4 bps ke 6,770% dan tenor 10Y turun 3,9 bps ke 6,933%.
Sedangkan tenor 5Y turun 3,1 bps menjadi 6,737%. Sementara tenor panjang 20Y dan 30Y masing-masing terpangkas 3,5 bps dan 2,3 bpas ke 7,085% dan 7,068% pada penutupan pasar sore.
Namun, situasi itu kelihatannya sudah berubah hari ini. Pelemahan rupiah hingga ke level terburuk dalam hampir satu bulan terakhir terlihat membebani pergerakan harga obligasi di pasar pagi ini.
Mengacu data realtime Bloomberg, sebagian besar tenor SBN bergerak naik imbal hasilnya. Yield SBN 2Y misalnya kembali naik ke 6,623%, lalu tenor 5Y juga naik sedikit ke 6,753% dan tenor 10Y naik tipis imbal hasilnya ke 6,941%.
Rupiah terperosok ke level Rp16.325/US$ pagi ini akibat kebangkitan lagi indeks dolar AS jelang dimulainya pertemuan The Fed untuk menentukan kebijakan bunga acuan yang akan diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia Barat itu.
Sebagian analis menilai, rupiah kekurangan penopang seiring penurunan bunga SRBI yang berlanjut. Hal itu membuat rupiah rentan terombang-ambing sentimen pasar yang masih tinggi ketidakpastiannya, dengan prediksi dimulainya penurunan bunga The Fed baru akan terjadi 7 minggu lagi. "Rupiah masih akan tertekan dalam rentang Rp16.250-Rp16.350/US$ akibat penurunan suku bunga SRBI 12M ke 7,23%," kata Divisi Analisis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya pagi ini.
Alhasil, nilai penawaran masuk dalam lelang hari ini diprediksi tidak mencatat lonjakan signifikan. "Incoming bids lelang SBSN kemungkinan bertahan di kisaran Rp26-30 triliun, dibanding lelang sukuk sebelumnya yang mencatat penawaran Rp27,71 triliun," imbuh Fixed Income and Macro Strategist Lionel Prayadi.
Asing mulai belanja SBN
Pemodal asing sebenarnya mulai meningkatkan belanja di obligasi negara. Mengacu data Kementerian Keuangan yang dikompilasi oleh Bloomberg, selama pekan lalu, 22-26 Juli, asing membukukan posisi beli bersih sebesar US$13,03 juta atau sekitar Rp226.837 miliar. Dua hari berturut-turut pemodal asing memborong sedikitnya Rp3,44 triliun dari pasar SBN.
Sedangkan di pasar SRBI, data transaksi yang dilaporkan oleh Bank Indonesia antara 22-25 Juli, para investor nonresiden tercatat posisi net sell alias jual bersih SRBI senilai Rp1,39 triliun.
Lelang SRBI yang dilangsungkan pada Jumat pekan lalu mencatat penurunan bunga lebih lanjut. Tenor terpanjang SRBI-12 bulan memiliki bunga diskonto 7,22%. Sementara nilai penerbitan pada lelang kemarin melonjak hingga lebih dari 50% menjadi Rp32 triliun.
(rui)