Hal ini tercantum dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustian No. 36/2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah.
"Pemberian insentif PPnBM dilakukan secara gradasi dengan kendaraan BEV diberikan insentif PPnBM secara on top dibandingkan dengan kendaraan jenis lainnya," jelasnya.
Untuk diketahui, pengaturan mengenai pajak mobil LCGC tertuang dalam Permenperin No. 36/2021, yang diundangkan pada 31 Desember 2021. Aturan ini sendiri merupakan turunan dari PP No. 73/2019 yang diubah menjadi PP No. 74/2021 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Selain itu, permenperin ini mengatur ketentuan pajak kendaraan LCEV yang meliputi KBH2/LCGC, mobil hibrida, PHEV, KBL berbasis baterai, FCEV, dan flexy engine.
Adapun, untuk kendaraan KBH2/LCGC, pada Pasal 5 Ayat 6 peraturan tersebut tertulis bahwa dirjen dapat menetapkan penyesuaian harga dengan ketentuan.
"Paling tinggi 15% dari besaran harga penetapan harga KBH2 terakhir untuk penyesuaian harga karena terdapat penambahan penggunaan teknologi baru berupa teknologi transmisi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b," bunyi pasal 5 ayat (6) huruf a.
"Paling tinggi 10%dari besaran harga penetapan harga KBH2 terakhir untuk penyesuaian harga karena terdapat penambahan teknologi pengaman penumpang dan/atau penyesuaian standar emisi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c," bunyi pasal 5 ayat (6) huruf b.
Sebelumnya, akademisi sekaligus pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai rencana perluasan kebijakan insentif PPnBM untuk LCGC berisiko meningkatkan jumlah kendaraan tidak ramah lingkungan di jalan.
Dibandingkan dengan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), kata Yannes, LCGC menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi.
Menyitir laporan Environmental Coalition on Standard (ECOS) bertajuk What Is The Environmental Impact Of Electric Cars?, penilaian siklus masa pakai menunjukkan bahwa EV dengan baterai memiliki jejak CO2 yang jauh lebih rendah di seluruh siklus masa pakainya (produksi, penggunaan, dan pembuangan) dibandingkan dengan kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE).
Dengan standar bauran listrik Uni Eropa saat ini —yaitu 44,6 % penggunaan energi terbarukan — emisi CO2 dari EV 66%—69% lebih rendah dibandingkan dengan mobil sejenis yang bermesin pembakaran.
Dengan demikian, hal tersebut bakal memperburuk kualitas udara di kota-kota besar dan memperlambat pencapaian target emosi nol bersih atau net zero emission (NZE) yang dicanangkan oleh pemerintah.
“[Selain itu,] insentif LCGC dapat terus meningkatkan jumlah kendaraan yang tidak environmental friendly di jalan dan dapat memperparah kemacetan,” ujar Yannes kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (24/7/2024).
Dengan rencana perluasan insentif LCGC, Yannes mengatakan, pemerintah juga perlu memastikan bahwa pengembangan EV tidak akan terhambat.
Terlebih, rencana insentif LCGC bisa menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya fokus pemerintah pada pengembangan EV.
5 Merek Mobil LCGC Terlaris di Indonesia per Juni 2024:
- Brio Satya E AT : 2.658 unit
- New Sigra 1.2 R MT 2022 : 2.275 unit
- All New Agya 1.2 G Cvt Fmc 2023 : 1.471 unit
- Calya 1.2 G 2022 : 1.470 unit
- Brio Satya E MT : 1.019 unit
(prc/wdh)