"Beberapa tahun yang lalu kita masih kesulitan mencari atau membeli mobil listrik, tapi sekarang sudah bermunculan ya sangat kompetitif berbagai merek-merek baru sudah mulai ada di Indonesia," sambungnya.
Namun tak luput, Moeldoko juga menekankan pentingnya pengembangan proyek baterai di Indonesia. Menurutnya, permintaan baterai domestik diproyeksikan tumbuh dari 20 Gigawatt pada tahun 2030 hingga 59 Gigawatt pada tahun 2035 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (Compound Annual Growth Rate/CAGR) sebesar 23 persen.
Indonesia Battery Corporation (IBC) telah memulai pembangunan pabrik sel baterai berkapasitas 10 Gigawatt di Karawang, yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2024.
Meski mengakui bahwa hingga saat ini, proyek tersebut belum selesai, tetapi ia optimis bahwa target penyelesaian pada akhir 2024 tetap akan tercapai.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia bakal memiliki pusat riset (research center) baterai kendaraan listrik di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Luhut mengatakan, beberapa peneliti dari China juga diundang untuk datang dan bergabung di zona penelitian khusus di Morowali tersebut. Bahkan semua lembaga terkemuka di dunia bergabung dan menjadi bagian dari pusat penelitian ini di Morowali.
Rencana ini sejalan dengan keinginan Indonesia menjadi pemimpin atau pemain utama kendaraan listrik, di mana Indonesia telah mengembangkan dari hulu ke hilir.
"Beberapa peneliti dari China, [kami] juga mengundang mereka untuk datang bergabung dengan kami di zona penelitian khusus di Morowali. Menurut saya ini terobosan yang akan dilakukan oleh pemerintah," kata Luhut.
"Kami tidak akan seperti sebelumnya, hanya melihat apa yang terjadi, tetapi kami ingin memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini."
(prc/spt)