Bloomberg Technoz, Jakarta - Para pemodal asing terindikasi mulai menjual kepemilikan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan kembali masuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah, seiring dengan bunga yang terus terkikis turun dalam beberapa lelang terakhir.
Laporan Bank Indonesia mencatat, selama periode transaksi pekan lalu antara 22-25 Juli, para investor nonresiden tercatat posisi net sell alias jual bersih SRBI senilai Rp1,39 triliun. Pada saat yang sama, pemodal asing membukukan posisi beli bersih di SBN sebesar Rp3,37 triliun.
Namun, bila menghitung keseluruhan tahun ini, year-to-date, hingga data setelmen transaksi per 25 Juli, investor asing masih membukukan posisi net buy di SRBI senilai Rp169,41 triliun. Sementara di SBN, posisi net sell asing sudah lebih kecil yaitu sebesar Rp32,08 triliun, dibanding Rp42,72 triliun net sell pada akhir Mei lalu. Sedangkan di pasar saham, asing masih net sell senilai Rp1,89 triliun sepanjang tahun ini.
Langkah pemodal nonresiden yang mulai melepas SRBI itu dan beralih ke SBN kemungkinan dipengaruhi oleh tren penurunan bunga diskonto SRBI dalam beberapa lelang terakhir. Sebagai perbandingan, pada lelang terakhir bulan Juni, tingkat bunga SRBI tenor terpanjang 12 bulan, masih bertengger tinggi di 7,52%.
Namun, sentimen pasar global yang makin optimistis siklus pemotongan bunga Federal Reserve semakin dekat, turut menurunkan bunga SRBI. Alhasil, pada lelang terakhir Jumat pekan lalu, bunga SRBI-12 bulan sudah turun ke 7,22%, penurunan beruntun dalam tiga lelang terakhir.
Sentimen dari lelang SRBI itu terlihat mengungkit pergerakan imbal hasil SBN. Pada Jumat kemarin, imbal hasil SBN-2Y terpangkas 5,9 bps ke 6,632%. Sedangkan yield SBN-10Y dan 30Y turun masing-masing 1 bps menjadi 6,971% dan 7,092%, menjadikan selisih antara tenor 2Y dan 10Y sebesar 34 bps.
Penurunan bunga SRBI berpeluang memberi ruang lebih besar bagi SBN tenor pendek untuk mencatat kenaikan harga, disokong oleh sentimen arah kebijakan The Fed yang diyakini akan mulai memangkas bunga pada September nanti.
Dalam lelang SRBI kemarin, meski bunga kembali diturunkan, Bank Indonesia terlihat menaikkan nilai penerbitan cukup besar yakni dari Rp22 triliun menjadi Rp34 triliun, atau naik 54%.
Nilai penjualan yang lebih besar itu seakan mengirim sinyal bahwa bank sentral masih akan mengoptimalkan SRBI sebagai ujung tombak stabilisasi rupiah yang belakangan tertekan. Pada saat yang sama, penurunan bunga diskonto SRBI terlihat memberi sinyal lebih positif pada pergerakan yield SBN terutama tenor pendek.
Bankir Dilarang jual SRBI ke Ritel
Pekan lalu, Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran yang menghimbau para bankir agar tidak melakukan mobilisasi dana pihak ketiga (DPK) dan tidak memasarkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) secara langsung pada nasabah ritel.
Dalam salinan surat edaran yang diterima Bloomberg Technoz, imbauan itu tertuang dalam surat bernomor 26/3/DGS-DPMA/Srt/B yang ditandatangani oleh Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti pada 24 Juli 2024.
Surat edaran menulis perihal Tindak Lanjut Implementasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai Instrumen Operasi Moneter Pro Market, ditujukan kepada 92 Direktur Utama Bank Peserta Operasi Moneter.
Menurut analis, langkah BI menegur sektor perbankan melalui surat edaran resmi tersebut, dilakukan untuk mencegah munculnya efek samping SRBI terhadap operasional perbankan.
"Apabila SRBI menjadi benchmark bagi nasabah ritel untuk menabung, maka cost of fund sektor perbankan berpotensi naik dan menggerus net interest margin. Tidak hanya mengurangi profitabilitas perbankan, hal ini dapat memicu aksi jual lanjutan atas saham-saham perbankan di bursa saham," kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Mega Capital Sekuritas dalam catatan yang diterima.
Bagi para bankir, himbauan tersebut sah-sah saja. "Penjualan SRBI kepada nasabah ritel dapat mempengaruhi likuditas di pasar keuangan. Jadi imbauan seperti ini menurut saya adalah hal yang wajar," ujar Efdinal Alamsyah, Direktur Hukum, Kepatuhan, Manajemen Risiko, dan SDM Bank Oke Indonesia.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Royke Tumilaar menyebut BNI menggunakan DPK sebagian besar untuk ekspansi kredit dan cadangan likuiditas. Sementara sebagian kecil untuk investasi dan trading atau perdagangan. Royke juga membantah pihaknya memasarkan SRBI untuk nasabah ritel. “Kami tidak pernah menjual SRBI untuk ritel,” kata Royke melalui pesan singkat, Kamis (25/7/2024).
(rui/aji)