Lebih lanjut Gourinchas menjelaskan, “kemungkinan masih ada beberapa kerentanan yang mengintai dan karena itulah menjadi sangat penting bagi para pengawas sektor keuangan dan otoritas terkait untuk benar-benar melihat dengan sangat hati-hati pada titik-titik rentan yang mungkin masih ada, apakah di sektor perbankan atau di lembaga keuangan bukan bank dan juga sektor lebih luas.”
Dalam wawancara dengan Bloomberg TV, ia menyatakan bahwa bank,”akan menjadi sedikit lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman ke depan. Itu bisa semakin menekan pertumbuhan ekonomi baik di Amerika maupun di seluruh dunia.”
Walau demikian, meski IMF menggunting tipis proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini, secara umum laporan IMF memperlihatkan prospek yang lebih tenang ketimbang outlook pada Januari lalu, terlihat dari pandangan terhadap tahun ini sebagai tahun “titik balik” bagi ekonomi global di mana risiko-risiko sudah lebih berimbang.
Pekan lalu, IMF sudah memberikan peringatan bahwa pertumbuhan ekonomi selama lima tahun ke depan akan terbatas. Penilaian itu didasarkan pada fragmentasi ekonomi menyusul ketegangan antara Amerika dan China yang diperburuk oleh pecahnya perang di Eropa. Ditambah lagi pertumbuhan angkatan kerja yang lebih lambat serta laju ekspansi jangka panjang yang juga melambat di China dan Korea Selatan.
Ketika IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi, World Bank malah sebaliknya dengan menaikkan prediksi pertumbuhan dari 1,7% menjadi 2%, terpicu oleh ekspansi China yang lebih kuat, demikian diungkap oleh Presiden World Bank David Malpass, Senin lalu.
Apa kata ekonom Bloomberg:
“Skenario dasar untuk pertumbuhan ekonomi dunia 2023 adalah 2,7%, naik dari ekspektasi 2,4% pada awal tahun akan tetapi masih di bawah 2022 sebesar 3,3%, juga relatif melemah dibanding tren sebelum pandemi. Pembukaan lagi ekonomi China, musim dingin yang lebih hangat di Eropa telah mengerem kenaikan harga energi disusul pasar tenaga kerja AS yang tangguh merupakan pendorong utama kenaikan proyeksi tersebut. Tekanan yang terjadi pada sektor perbankan menjadi hambatan dan peringatan tentang risiko ke depan, akan tetapi sejauh ini tidak lebih penting dibanding hal-hal positif tersebut,” Scott Johnson, ekonom Bloomberg.
IMF melihat inflasi global mencapai 7% tahun ini, sebesar 0,4% lebih tinggi daripada proyeksi Januari lalu meski turun dari 8,7% pada 2022. Perlambatan inflasi terutama didorong oleh penurunan harga komoditas dan dampak dari kenaikan bunga acuan. Untuk sebagian besar negara, laju inflasi akan tetap di atas target bank sentral sampai 2025.
“Kami melihat inflasi menjadi lebih keras kepala dan lebih kaku daripada yang kami inginkan,” kata Gourinchas. “Sampai batas tertentu, kontraksi dalam pinjaman ini -jika itu terjadi- maka akan menurunkan sedikit pertumbuhan.”
Tingkat inflasi diprediksi akan lebih rendah di sekitar 76% negara pada 2023 dibanding 2022 dan melambat lebih lanjut di kisaran 4,9% pada 2024. Sementara gejolak keuangan terlihat terkendali saat ini, IMF tetap mengkhawatirkan dampak potensial bila kondisi memburuk signifikan.
Skenario terburuk
Dalam satu skenario yang disebutnya sebagai “alternatif yang masuk akal”, ketidakstabilan keuangan tetap terkendali tetapi berdampak lebih besar pada kondisi yang ada ketimbang skenario dasar dan bank mengurangi pinjaman. Itu akan menyebabkan pertumbuhan melambat menjadi 2,5% pada 2023, laju terlemah sejak 2001, tidak termasuk tahun pertama pandemi Covid-19 pada 2020 dan krisis keuangan global 2009.
Dalam skenario penurunan yang parah, yang memiliki probabilitas sekitar 25%, kemungkinan ada gangguan kredit yang signifikan sehingga laju ekspansi global dapat melambat menjadi kurang dari 2% — sesuatu yang hanya terjadi lima kali sejak tahun 1970. Ada juga probabilitas sekitar 15%, bahwa pertumbuhan ekonomi dunia hanya 1%.
Risiko tambahan di luar sektor keuangan termasuk inflasi yang melambat lebih lama dari yang diperkirakan, goyahnya pembukaan kembali China, atau memburuknya perang Rusia-Ukraina.
“Kami melihat banyak risiko penurunan ke depan,” kata Gourinchas.
- dengan bantuan Alix Steel dan Guy Johnson
(bbn/rui)