"Di Indonesia, tantangan serupa muncul, ditambah dengan harga mobil listrik yang masih tinggi, kualitas jaringan listrik yang perlu ditingkatkan, serta terbatasnya bengkel khusus mobil listrik," jelasnya.
Namun, berdasarkan klaim Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti, selama periode 2021—2024 PLN telah meningkatkan 5,6 kali lipat jumlah SPKLU menjadi 1.582 unit, kemudian jumlah home charging services meningkat 130 kali lipat menjadi 14.524.
Adapun, keberadaan 1.582 SPKLU ini disebut merupakan kolaborasi PLN bersama 27 mitra yang tersebar di 1.131 lokasi seluruh Indonesia. Dengan perincian, 990 SPKLU milik PLN dan 592 SKLU milik mitra.
Sementara itu, produsen mobil asal China dan turut memproduksi EV, Wuling Motors (Wuling) justru melaporkan hasil riset internal perusahaannya yang menunjukkan sebanyak 83% pengguna EV di Indonesia justru cenderung memilih mobil listrik lagi untuk pembelian selanjutnya.
Riset internal tersebut berdasarkan tiga persepsi di mana salah satunya soal kekhawatiran para pemilik EV di Indonesia saat ini dapat diatasi dengan adanya pengalaman berkendara secara langsung dan kemudahan untuk melakukan pengisian daya dengan adanya ketersediaan infrastruktur seperti SPKLU yang terus hadir di dalam negeri.
Pemilik EV disebut sudah merasakan kemudahan pengisian daya di rumah karena beberapa jajaran produk (line up) sudah mendapatkan charging pile sebagai bagian dari paket pembelian.
"Riset [McKinsey & Company] tersebut tidak ada yang bersumber dari Indonesia sehingga kondisinya jelas berbeda dengan di Indonesia. Rasa kekhawatiran juga bisa diatasi berkat pengalaman berkendara secara langsung dan menjadikan pengguna EV tertarik dengan EV lain," ujar Public Relations Manager Wuling Motors Brian Gomgom kepada Bloomberg Technoz.
Tak hanya itu, Brian bahkan menekankan bahwa pemilik EV yang ingin berkendara ke luar kota memiliki kebiasaan baru yakni memperhitungkan jarak dan mengidentifikasi lokasi untuk pengisian daya. Untuk itu, hal ini sekaligus mematahkan stigma kemampuan mobil listrik dalam pemakaian lintas kota.
Untuk diketahui, riset McKinsey & Company berjudul McKinsey Mobility Consumer Pulse edisi Juni 2024, sebanyak 29% pemilik mobil listrik mempertimbangkan untuk kembali ke mobil BBM tradisional.
Survei ini melibatkan lebih dari 3.000 responden di 15 negara. Survei ini mencakup lebih dari 80% penjualan mobil dunia. Negara dengan responden terbanyak yang menjawab ingin kembali ke mobil BBM adalah Australia, dengan 49%, disusul oleh Amerika Serikat (46%), dan Brasil (38%).
Alasan tertinggi bagi mereka yang ingin kembali ke mobil BBM adalah fasilitas pengisian listrik yang belum memadai (35%). Lainnya adalah biaya perawatan yang mahal (34%) dan kesulitan berkendara dalam jarak jauh (32%).
(prc/wdh)