Logo Bloomberg Technoz

Sebagai informasi, survei McKinsey melibatkan lebih dari 3.000 responden di 15 negara. Survei ini mencakup lebih dari 80% penjualan mobil dunia. Negara dengan responden terbanyak yang menjawab ingin kembali ke mobil BBM adalah Australia dengan 49%, disusul oleh Amerika Serikat atau AS (46%), dan Brasil (38%).

Alasan tertinggi bagi mereka yang ingin kembali ke mobil BBM adalah fasilitas pengisian listrik yang belum memadai (35%). Lainnya adalah biaya perawatan yang mahal (34%) dan kesulitan berkendara dalam jarak jauh (32%).

Sementara itu, berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) bertajuk Trends in Electric Vehicle Batteries, LFP adalah kimia yang paling umum di pasar mobil listrik China, sementara baterai nickel manganese cobalt (NMC) lebih umum di pasar EV Eropa dan AS.

Permintaan baterai EV berbasis LFP terus naik./dok. Bloomberg

Pangsa baterai LFP dalam penjualan EV di Eropa dan AS tetap di bawah 10%, dengan kimia nikel tinggi masih paling umum di pasar ini. Meningkatnya permintaan baterai EV merupakan kontributor terbesar terhadap peningkatan permintaan logam penting seperti litium.

Permintaan baterai untuk litium mencapai sekitar 140 kiloton (kt) pada 2023, 85% dari total permintaan litium dan naik lebih dari 30% dibandingkan dengan 2022; untuk kobalt, permintaan baterai naik 15% menjadi 150 kt atau 70% dari total.

Pada tingkat yang lebih rendah, pertumbuhan permintaan baterai berkontribusi terhadap peningkatan total permintaan nikel, yang mencakup lebih dari 10% dari total permintaan nikel. Permintaan baterai untuk nikel mencapai hampir 370 kt pada 2023, naik hampir 30% dibandingkan dengan 2022.

Mobil LFP di Indonesia

Untuk diketahui, saat ini setidaknya terdapat 2 produsen mobil listrik di Indonesia yang menggunakan LFP sebagai bahan baku baterai untuk produknya. Bahkan, raksasa otomotif China, Build Your Dreams (BYD), yang awal tahun ini memasuki pasar Tanah Air juga menggunakan baterai LFP, bukan nikel.

Proyek penghiliran nikel di dalam negeri, padahal, belakangan ini menjadi program yang diunggulkan oleh Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan bahwa penghiliran nikel mampu mendongkrak nilai ekspor Indonesia dari Rp30 triliun menjadi Rp510 triliun.

Di lain sisi, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi mengatakan pemerintah tidak keberatan bila produsen mobil listrik menggunakan bahan baku selain nikel untuk baterai, asalkan bahan baku tersebut berasal dari Indonesia.

“Apakah harus nikel? Buat kita hari ini di Indonesia ingin dorong open untuk teknologi besar, jadi bisa nickel based, LFP, hidrogen, atau sodium mungkin, tidak apa-apa juga. Nanti kita lihat, yang paling penting itu ada di Indonesia,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin, awal tahun ini.

BYD Seal terparkir di IPCC Terminal Kendaraan, Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat, (12/7/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Lantas, apa saja mobil listrik yang masuk Indonesia tetapi tidak menggunakan baterai berbasis nikel? 

Dirangkum melalui berbagai sumber, berikut daftar mobil listrik di Indonesia dengan bahan baku baterai LFP:

BYD

General Manager BYD Asia-Pacific, Liu Xueliang menjelaskan perusahaan saat ini menggunakan baterai berbasis LFP. Hal ini disampaikan saat BYD melakukan peluncuran terhadap 3 mobilnya di pasar Indonesia, yakni BYD Seal, BYD Atto3, dan BYD Dolphin.  

Liu mengatakan BYD merupakan perusahaan yang lahir dari bisnis baterai kendaraan listrik. Lalu, perusahaan memutuskan untuk menggunakan baterai berbasis LFP karena dinilai sangat aman berdasarkan riset dan analisis yang dilakukan terhadap seluruh bahan baku untuk membuat baterai. 

Namun, dirinya mempertimbangkan menggunakan sumber bahan baku nikel di Indonesia untuk baterai mobil listrik. 

“Secara bagaimana BYD bisa menggunakan sumber bahan baku nikel di Indonesia setelah kita menuju hal ini, kita pasti akan cari lebih ke dalam analisis pasar dan mungkin masa depan bagaimana dukung ini pengembangan bisnis kami di Indonesia,” ujar Liu.

 

Mobil listrik Wuling dipamerkan dalam ajang GIIAS 2024 di ICE BSD, Rabu (17/7/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Wuling 

Dilansir melalui situs jejaring resminya, mobil listrik Wuling seperti Air EV dan BinguoEV juga menggunakan baterai LFP. Wuling Air EV mengusung baterai LFP yang mampu bertahan dengan jarak tempuh 200 hingga 300 kilometer dalam sekali pengisian daya.

Untuk spek Wuling Air EV Standard Range memiliki kapasitas baterai 18 kWh dengan dengan jarak tempuh mencapai 200 km. Sementara itu, Long Range kapasitas baterainya 26,5 kWh dengan jarak tempuh hingga 300 km. 

Selanjutnya, BinguoEV menggunakan baterai LFP yang memiliki kapasitas baterai 31,9 kWh untuk jenis BinguoEV - 333 km Long Range dan BinguoEV - 333 Km Long Range AC. Sementara itu, untuk BinguoEV - 410 km Premium Range memiliki kapasitas baterai 37,9 kWh. 

Wuling mengatakan baterai LFP yang digunakan sudah melalui uji ketahanan terhadap air dan debu setingkat rating IP67. Selain itu, LFP juga diklaim memiliki beberapa keunggulan, seperti tingkat keamanan yang tinggi, umur masa pakai yang panjang dan daya tahan terhadap suhu tinggi. 

Chery iCar 03 dipamerkan dalam ajang GIIAS 2024 di ICE BSD, Jumat (19/7/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Chery

Memperkenalkan mobil listriknya Omoda E5 di Indonesia saat ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2023 pada Oktober tahun lalu, Chery juga menggunakan baterai LFP pada kendaraannya. 

Omoda 5 EV hadir dengan sejumlah keunggulan, seperti daya tempuh yang mencapai 450 km, pengisian daya baterai yang cepat, hingga berbagai fitur keamanan yang canggih.

"Baterai Omoda 5 EV bisa diisi hingga 80% hanya dalam 35 menit," kata Presiden PT Chery Sales Indonesia & Vice President Chery International Swan Xu.

Mobil listrik dengan baterai berkapasitas 61 kWh ini juga bakal dirakit secara lokal dan dipasarkan di Indonesia. Kapasitas baterai tersebut mampu mengantarkan Omoda 5 EV menjelajah hingga 450 km. Selain itu, tenaga yang dihasilkan mencapai 221 tk.

(wdh)

No more pages