SRBI merupakan instrumen surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan BI sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik BI. Berdasarkan catatan BI, hingga Juni 2024, kepemilikan SRBI oleh perbankan mencapai Rp461,29 triliun atau setara 63,97% dari total SRBI.
Dalam salinan surat edaran yang diterima Bloomberg Technoz, imbauan itu tertuang dalam surat bernomor 26/3/DGS-DPMA/Srt/B yang ditandatangani oleh Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti pada 24 Juli 2024.
Surat edaran menulis perihal Tindak Lanjut Implementasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai Instrumen Operasi Moneter Pro Market, BI menyatakan dua hal.
Pertama, penerbitan SRBI telah mendorong pendalaman pasar uang yang tercermin dari peningkatan volume transaksi repo dan outright SRBI di pasar sekunder.
Kedua, mempertimbangkan tujuan utama penerbitan SRBl sebagai instrumen OM pro market untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter dan pendalaman pasar uang, BI menghimbau agar bank Saudara meIakukan transaksi SRBl dengan mempertimbangkan pengelolaan Iikuiditas bank, mengacu kepada market conduct, tidak meIakukan mobilisasi dana pihak ketiga (funding) dan tidak memasarkan secara langsung kepada nasabah retail untuk pembelian SRBl serta instrumen operasi moneter lainnya.
Menurut analis, langkah BI menegur sektor perbankan melalui surat edaran resmi tersebut, dilakukan untuk mencegah munculnya efek samping SRBI terhadap operasional perbankan.
"Apabila SRBI menjadi benchmark bagi nasabah ritel untuk menabung, maka cost of fund sektor perbankan berpotensi naik dan menggerus net interest margin. Tidak hanya mengurangi profitabilitas perbankan, hal ini dapat memicu aksi jual lanjutan atas saham-saham perbankan di bursa saham," kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Mega Capital Sekuritas dalam catatan yang diterima.
(roy/lav)