Logo Bloomberg Technoz

“Ini pasti akan berdampak ke harga nikel lagi. Pasti akan berdampak. Kita tidak bisa prediksi ya, karena ini kan konsumsi dunia. Namun, pasti akan menurun, namanya komoditas kan naik-turun ya,” ujar Meidy.

Sementara, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan penurunan permintaan China berkaitan dengan perekonomian Negeri Panda yang belum pulih.

Produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 4,7% pada kuartal II-2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, atau merupakan laju terburuk dalam lima kuartal.

Kendati demikian, Indonesia juga turut memberikan andil dalam penurunan harga nikel tersebut.

Terlebih, kata Rizal, produksi nikel dari Indonesia sudah mencapai di atas 1,7 juta ton pada 2023 dan diperkirakan meningkat lagi pada 2024 dan tahun selanjutnya karena beberapa smelter sudah masuk ke tahap produksi komersial dan berpotensi menambah pasokan nikel ke pasar global.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah sudah menyetujui rancangan kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel untuk memproduksi sebanyak 240 juta ton bijih pada 2024.

Sementara itu, kebutuhan dari nikel saat ini hanya sejumlah 210 juta ton. Dengan demikian, Arifin membantah banyak RKAB nikel yang belum disetujui. 

“Enggak, sekarang RKAB sudah 240 juta ton, kebutuhannya cuma 210 juta ton,” ujar Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat, Senin (22/7/2024).

Grafik harga tembaga. (Sumber: Bloomberg)

Tembaga Ikut Rontok

Bukan hanya nikel, komoditas logam non-ferrous lainnya andalan Indonesia –yakni tembaga– juga mengalami penurunan. Adapun tembaga turun 0,68% menjadi US$9.104/ton. 

Namun, harga tembaga hari ini sempat berada di bawah US$9.000/ton untuk pertama kalinya sejak awal April karena meningkatnya pesimisme terhadap prospek permintaan global dan khususnya China. 

Dilansir Bloomberg, logam industri turun sekitar seperlima dari rekornya pada pertengahan Mei karena meningkatnya persediaan global, lemahnya konsumsi China, dan aksi ambil untung oleh dana.

Pesimisme terhadap lintasan pertumbuhan China memburuk setelah pleno ketiga minggu lalu –pertemuan penting pejabat Partai Komunis– gagal memberikan stimulus yang akan mendukung permintaan logam. 

Tembaga turun bahkan ketika bank sentral China memangkas suku bunga pinjaman kebijakan satu tahun pada Kamis, hanya beberapa hari setelah menurunkan suku bunga lainnya, dalam upaya menghidupkan kembali perekonomian. 

“Kekhawatiran seputar pertumbuhan global masih ada, dan hal itu mungkin mendorong harga tembaga lebih rendah,” ujar analis di Jinrui Futures Co. Gong Ming. 

Di lain sisi, harga timah justru menguat 1,26% secara harian menjadi US$29.790/ton. Meskipun menguat, level ini berada di bawah level US$34.468/ton pada April 2024. 

Sejalan dengan itu, harga aluminium juga menguat secara harian 0,24% menjadi US$2.300 pada penutupan perdagangan Rabu.

(dov/wdh)

No more pages