Sementara itu, pada TSS proses pengujian dilakukan dengan pendekatan gravimetri. Hasilnya, nilai kandungan di Sungai Ake Doma mencapai 1.347 mg/L, Sungai Wosia 1.226 mg/L, dan Sungai Kobe mencapai 1.496 mg/L.
Angka tersebut juga diklaim lima kali lipat dari ketentuan ambang batas yang diatur dalam Permen LHK No. 5/2022. Pemerintah mengatur batas maksimum TSS pada pertambangan sebesar 200 mg/L dan 100 mg/L pada pengolahan.
Koordinator Jatam Melky Nahar mengeklaim IWIP mengekstraksi air lebih banyak daripada yang digunakan oleh penduduk Halmahera Tengah, dengan mengambil 27.000 m3/hari dari Sungai Sagea, Sungai Kobe, Sungai Sake dan Sungai Wosia.
Perinciannya, Jatam melaporkan, sumber daya air yang saat ini digunakan oleh IWIP sebesar 12.000 m3/hari dari Sungai Kobe, Sungai Sake dan Sungai Wosia. Lalu, menambah dari Sungai Sagea sebesar 15.000 m3/hari.
“Angka ini berada di atas kebutuhan air untuk seluruh penduduk Kabupaten Halmahera Tengah —yang berjumlah 96.977 orang pada 2023 — sebesar 10.667,47 m3/hari. Dengan demikian, setiap masyarakat mengonsumsi 110 liter/hari,” ujar Melky dalam konferensi pers.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), kebutuhan air per orang berada pada kisaran 50—100 liter/hari untuk memastikan kebutuhan dasar terpenuhi.
Peningkatan Penyakit
Dalam laporannya, Jatam juga menyebut operasi kawasan industri pengolahan nikel IWIP di Halmahera Tengah, Maluku Utara telah memperburuk kondisi kesehatan warga, termasuk buruh.
Puskesmas Lelilef, misalnya, dengan pelayanan yang mencakup Desa Kobe, Desa Kulo Jaya, Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulan, Desa Sawai Itepo, Desa Woejerana, Desa Woekob, dan Desa Lukulamo, dalam kurun 2020—2023, tren penderita ISPA meningkat setiap tahun.
Dari awalnya hanya 434 pada 2020, naik menjadi 10.579 orang pada 2023. Dengan kata lain, dalam kurun 2020—2023, telah terjadi kenaikan prevalensi ISPA sebesar lebih dari 24 kali lipat.
Selain Weda Tengah, tren penyakit serupa juga terjadi di Weda Utara. Merujuk data Puskesmas Sagea, Weda Utara, penderita ISPA meningkat drastis sejak kawasan industri beroperasi. Jika pada 2019 jumlah penderita hanya 282, pada 2023 meningkat menjadi 1.051 orang.
Dari dua puskesmas tersebut, tren penyakit yang muncul bukan hanya ISPA, tetapi juga diikuti oleh penyakit seperti diare dan gastroenteritis, bronchitis akut, serta dermatitis kontak alergi.
“Menurut keterangan-keterangan dari sejumlah dokter yang kita temui, itu [penyakit] sangat relevan dengan keberadaan industri ekstraktif seperti pertambangan. Jumlah atau tren penyakit ini jauh berbeda dengan kondisi sebelum kawasan industri beroperasi,” ujar Melky.
Jatam melaporkan debu batu bara (fly ash) menjadi salah satu penyebab munculnya berbagai penyakit yang menyerang pernapasan, pencernaan, hingga penyakit kulit. Dengan kapasitas PLTU captive sebesar 1.000 megawatt, konsumsi batu bara menjadi cukup besar.
Ruang Hidup
Terakhir, Jatam juga melaporkan terdapat upaya-upaya perampasan ruang hidup warga Halmahera yang dilakukan menggunakan pola-pola seperti klaim sepihak, pencaplokan lahan dan perusahan tanaman tanpa negosiasi, manipulasi kepemilikan tanah, ganti rugi yang tidak adil, hingga pengerahan aparat.
“Lalu mereka juga seringkali mengeklaim bahwa warga tidak punya hak atas tanah karena tidak punya sertifikat atau tidak membayar pajak,” ujar Melky.
Berdasarkan laporan Jatam, padahal, warga setempat memiliki bukti penguasaan fisik terhadap tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Melky, hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Beleid tersebut menyebutkan keperluan pendaftaran hak atas tanah dapat dibuktikan melalui kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya.
Sekadar catatan, peraturan tersebut masih berlaku, tetapi diubah dengan PP No. 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Bloomberg Technoz sudah mengajukan permintaan konfirmasi dan klarifikasi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PT IWIP, tetapi belum mendapatkan jawaban hingga berita ini diterbitkan.
(dov/wdh)