"Bagaimanapun, neraca pembayaran kita membutuhkan SBN. Kalau nggak kan ngapain dikeluarkan SBN. Itu artinya ada kebutuhan dari APBN untuk mengganjel kebutuhan APBN."
"Kalau likuiditas, BCA memiliki posisi likuiditas yang cukup sekali. Artinya, LDR [Loan to Deposit Ratio] kita itu terakhir 72%," ujar Jahja. "Dibandingkan market, saya kira yang disekitar 82-85%, kita memang cukup likuid, sangat likuid bahkan, bisa dikatakan."
Jahja kemudian memastikan bahwa BCA tetap menjalankan fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi ekonomi masyarakat dengan penyaluran kredit. Terkini realisasi kredit Bank BCA terus tumbuh.
Hingga semester I 2024, total kredit mencapai Rp850 triliun atau tumbuh 15,5% year-on-year (yoy). Realisasi kredit BCA, terang Jahja, berada di atas rata-rata industri.
Kredit korporasi menjadi segmen dengan pertumbuhan tertinggi per Juni 2024, naik 19,9% yoy mencapai Rp388,6 triliun. Segmen selanjutnya, kredit komersial tumbuh 7,9% yoy menjadi Rp127,8 triliun, dan kredit usaha kecil menengah (UKM) naik 12,7% yoy hingga menyentuh Rp114,4 triliun.
Hingga 15 Juli 2024, BI mengumumkan posisi instrumen SRBI tercatat Rp775,45 triliun. Angka ini melonjak 16,3% dibanding posisi bulan sebelumnya, tepatnya pada 14 Juni 2024, Rp666,53 triliun. Artinya, hanya dalam kurun sebulan, posisi SRBI membengkak hingga Rp108,9 triliun.
(wep)