Sektoral saham teknologi, saham infrastruktur, dan saham konsumen primer jadi yang terdalam pelemahannya hari ini, dengan drop mencapai 1,67%, 1,49%, dan 0,71% secara masing-masing. Disusul oleh saham keuangan yang melemah 0,66% dan saham energi terdepresiasi 0,62%.
Saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) yang melesat 34,6%, PT Bank J Trust Indonesia Tbk (BCIC) melonjak 21,8%, dan PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk (MREI) melejit 14,6%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Indo American Seafoods Tbk (ISEA) yang jatuh 16,9%, PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) ambruk 14,2%, dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) anjlok 9,88%.
Pada sore hari ini pukul 16.40 WIB, sejumlah index saham utama Asia juga kompak bergerak melemah. i.a Topix (Jepang) anjlok 1,42%, Shenzhen Comp. (China) ambles 1,32%, Nikkei 225 (Tokyo) drop 1,11%, Hang Seng (Hong Kong) terjungkal 0,91%, CSI 300 (China) merah 0,63%, Kospi (Korea Selatan) melemah 0,56%, KLCI (Malaysia) merah 0,52%, dan Shanghai Composite (China) drop 0,46%.
Senada, SENSEX (India) ambles 0,35%, SETI (Thailand) mencatat pelemahan 0,27%, dan Straits Time (Singapura) juga merah 0,02%.
Di sisi berseberangan, hanya ada Ho Chi Minh Stock Exchange (Vietnam) yang terdongkrak 0,54%.
Adapun Bursa Asia bergerak senada dan searah dari yang terjadi di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street ditutup melemah.
S&P 500, dan Nasdaq Composite finish di zona merah, dengan tertekan mencapai 0,16%, dan 0,06% bagi keduanya. Sementara, Dow Jones Industrial Average drop 0,14%.
Penyebab IHSG Anjlok Searah Bursa Asia
Melemahnya sejumlah indeks utama Bursa Saham Asia dan IHSG imbas meredanya optimisme pasar atas pengguntingan suku bunga acuan Bank Sentral AS yang digadang-gadang akan dimulai pada September.
Di mana investor masih mencermati dampak lanjutan dari Presiden Joe Biden yang menghentikan upayanya untuk terpilih kembali di Pilpres AS November.
"Dampak sektoral yang terkait dengan kontrol Partai Republik atau Partai Demokrat atas isu-isu kebijakan ini kemungkinan besar akan terlihat berbeda di masa mendatang dibandingkan dengan masa lalu," kata Lauren Goodwin, Ekonom dan Kepala Strategi Pasar di New York Life Investments.
"Bagi sebagian besar investor, strategi yang paling ampuh untuk tahun-tahun Pemilihan Umum adalah sederhana: tetaplah terdiversifikasi daripada mengejar ekspektasi, terutama sebelum kemungkinan perubahan kebijakan yang sesungguhnya."
Terbaru, munculnya peluang yang makin membesar bagi Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tinggi seperti saat ini hingga tutup tahun nanti, akibat medan persaingan Pilpres AS yang semakin memanas, menurut Kepala Investasi Mercer LLC, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
"Anda akan tergoda jika Anda adalah seorang Gubernur The Fed untuk mengatakan 'mari kita tetap seperti sekarang ini', tetap bertahan hingga setelah Pemilu Presiden'," kata Hooman Kaveh dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television pada Selasa (23/7/2024) di Melbourne.
Manajer aset terkemuka ini masih memperkirakan dua kali penurunan suku bunga AS sebelum tutup tahun, kata Kaveh. Namun, kabar Presiden Joe Biden yang mundur dari persaingan Pemilu, dan calon dari Partai Republik Donald Trump yang kemungkinan besar akan menghadapi lawannya dari Partai Demokrat, Kamala Harris, ada potensi skenario tersebut akan berubah, ujarnya.
(fad/wep)