Logo Bloomberg Technoz

Perluasan Insentif LCGC: Pentingkah Saat RI Mau Fokus ke EV?

Dovana Hasiana
24 July 2024 08:20

Pameran mobil Agya yang menjadi grup Toyota Motor Corp. (Dok Bloomberg)
Pameran mobil Agya yang menjadi grup Toyota Motor Corp. (Dok Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta Akademisi sekaligus pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai rencana perluasan kebijakan insentif mobil ramah lingkungan berbiaya rendah atau low cost green car (LCGC) berisiko meningkatkan jumlah kendaraan tidak ramah lingkungan di jalan.

Dibandingkan dengan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), kata Yannes, LCGC menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi.

Menyitir laporan Environmental Coalition on Standard (ECOS) bertajuk What Is The Environmental Impact Of Electric Cars?, penilaian siklus masa pakai menunjukkan bahwa EV dengan baterai memiliki jejak CO2 yang jauh lebih rendah di seluruh siklus masa pakainya (produksi, penggunaan, dan pembuangan) dibandingkan dengan kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE).

Dengan standar bauran listrik Uni Eropa saat ini —yaitu 44,6 % penggunaan energi terbarukan — emisi CO2 dari EV 66%—69% lebih rendah dibandingkan dengan mobil sejenis yang bermesin pembakaran.

Toyota Agya di pameran otomotif Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) 2023, JCC Senayan, Jumat (10/3/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Dengan demikian, hal tersebut bakal memperburuk kualitas udara di kota-kota besar dan memperlambat pencapaian target emosi nol bersih atau net zero emission (NZE) yang dicanangkan oleh pemerintah.