Bloomberg Technoz, Jakarta - Rebound rupiah kemarin sepertinya akan kembali terjegal dalam perdagangan pasar spot hari ini. Indeks dolar Amerika Serikat (AS) kembali merangsek naik dan mempersempit peluang penguatan mata uang yang menjadi lawannya, termasuk rupiah.
Di pasar offshore, rupiah NDF bergerak stagnan di kisaran Rp16.217-Rp16.227/US$ pagi ini setelah pada penutupan bursa New York kemarin ditutup stabil. Level pergerakan rupiah offshore itu tidak jauh dari posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.210/US$.
Indeks dolar AS tadi malam ditutup menguat 0,13% dan pagi ini melanjutkan penguatan ke 104,50. Alhasil, itu memberikan tekanan pada valuta Asia pagi ini.
Pada awal transaksi, mayoritas mata uang Asia bergerak melemah di kisaran sempit. Won Korea dan dolar Singapura dibuka melemah tipis 0,08% dan 0,03%. Sedangkan baht Thailand stagnan dan dolar Hong Kong menguat tipis 0,01%.
Perhatian pelaku pasar pekan ini masih terfokus pada rilis data inflasi PCE Amerika pada Jumat nanti. Data penting itu akan menjadi 'bekal' terakhir para pengambil kebijakan di Federal Reserve, bank sentral AS, dalam memutuskan policy rate pada pertemuan Komite Terbuka (FOMC) yang dijadwalkan pada 31 Juli nanti.
Pasar juga masih mencermati dampak dari kemunduran Presiden AS Joe Biden dari kontestasi Pilpres November dan menghitung apakah pengganti Biden bisa mengungguli Donald Trump, kandidat presiden dari Partai Republik.
Dari dalam negeri, investor mungkin cukup terungkit keyakinannya pasca lelang Surat Utang Negara kemarin berlangsung meriah dengan kenaikan incoming bids.
Meski di pasar sekunder, tekanan masih terlihat untuk tenor pendek. Sedangkan SBN tenor 10Y masih stabil di 7,00%. Tenor panjang di atas 10Y cenderung membukukan penurunan yield.
Hasil survei perbankan terbaru yang dilansir oleh Bank Indonesia juga mencatat optimisme di mana pertumbuhan kredit tahun ini diperkirakan mendekati 12%, jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu di 10,4% meski pada saat yang sama laju kenaikan dana masyarakat melambat.
Pada bagian lain, BI memprediksi capital outflow dalam jumlah besar yang menekan nilai tukar rupiah beberapa waktu lalu, akan berakhir. Pada semester 1-2024, terdapat capital inflow Rp120 triliun di mana sebagian besar masuk ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyatakan, proses outflow atau arus keluar modal asing dari pasar domestik saat ini sudah mereda. Seiring berakhirnya puncak permintaan dolar AS pada kuartal II-2024, ke depan inflow akan lebih besar.
“Inflow masih ditopang SRBI. Proses outflow sudah selesai. Juni dan Juli secara neto sudah terjadi inflow di saham dan SBN. Kita akan mendapat inflow lebih banyak lagi,” kata dia.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melemah dengan potensi koreksi terbatas di antara area Rp16.220-Rp16.250/US$, dan level support terkuat terkonfirmasi di Rp16.300/US$.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis potensial pada level Rp16.200/US$. Target penguatan optimis lanjutan untuk dapat menguat ke level Rp16.170/US$.
Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.200/US$, maka masih ada potensi melemah. Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga di bawah Rp16.150/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term) maka nilai rupiah berpotensi terus menguat hingga menuju Rp16.100/US$.

(rui)