Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan Filipina Lloyd Austik akan bertemu di Washington guna meningkatkan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik.
Latihan bersama ini dilakukan di periode yang sama dengan latihan China di dekat Taiwan setelah Presiden Tsai Ing-wen kembali dari kunjungan ke AS.
Selain itu, pada Senin (10/4/2023) kapal perusak USS Milius melakukan operasi "kebebasan bernavigasi" di Laut China Selatan, dekat kepulauan Spratly dan melewati perairan yang diklaim oleh Beijing.
Meski demikian, pengamat mengatakan latihan Balikatan dengan Filipina ini tidak akan bisa banyak memancing Beijing.
"Latihan itu menyentuh isu Laut China Selatan dan akan meningkatkan ketegangan tetapi tidak ke titik berbahaya atau di luar kebiasaan," ujar Carl Schuster, mantan direktur operasi Pusat Gabungan Intelijen Komando Pasifik AS.
Dia mengatakan latihan ini secara resmi bertujuan meningkatkan kemampuan Manila menjaga wilayah baratnya. "Beijing saat ini lebih berkonsentrasi mengintimidasi Taiwan dan memberi isyarat pada AS bahwa negara itu tidak akan bisa dengan mudah membantu Taiwan jika terjadi konflik."
Manila sebelumnya bertekad menjalin upaya "pertahanan bersama" dengan Washington di Laut China Selatan untuk menandingi kegiatan China memasuki wilayah itu yang terus menerus terjadi.
Sebagai langkah perbaikan hubungan, minggu lalu Filipina memberi akses ke empat wilayah ke AS yang dibukukan dalam saatu kesepakatan pertahanan. Tiga wilayah ini terletak dekat Taiwan.
Lokasi baru ini membuat AS memiliki sembilan lokasi di Filipina yang bisa diakses, temasuk lima lokasi lama yang disepakati dalam kesepakatan kerjasama pertahanan 2014.
Kerja sama ini juga memungkinkan AS menempatkan tentaranya dalam jangka waktu panjang serta membangun dan mengoperasikan fasilitas militer yang terletak di negara Asia Tenggara ini.
Namun, dalam upaya menyeimbangkan hubungan Filipina dengan China dan AS, Presiden Marcos mengatakan lokasi baru itu tidak bisa digunakan dalam operasi serangan. China adalah mitra dagang terbesar Filipina.
China sendiri mengecam rencana itu dan kedutaan besar di Manila menggambarkannya sebagai upaya Amerika "mengepung dan mambatasi" negara ekonomi kedua terbesar di dunia itu.
Beijing mengklaim hak atas lebih dari 80% wilayah Laut China selatan yang juga diklaim oleh Filipina, Taiwan, Malaysia, Indonesia, Vietnam dan Brunai.
Tetapi konflik wilayah ini tidak membuat negara-negara tersebut serta merta berada di belakang AS.
"Sebagian negara di kawasan bersikap 'menunggu, memperhatikan dan melihat,'" kata Schuster. "Mereka ingin AS mengendalikan perilaku China tetapi tidak percaya AS akan melakukannya untuk jangka panjang. Jadi mereka mencoba memiliki hubungan baik dengan kedua negara adidaya itu."
(bbn)