Dengan demikian, lanjut Yayan, pemerintah bisa memberikan subsidi yang harganya juga disesuaikan dengan kondisi stabilitas makro seperti harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah selama jangka waktu minimal 1 triwulan terakhir.
“Hal ini dilakukan untuk menjaga prognosis yang stabil antara asumsi makro APBN. Selanjutnya, inflasi terkini stabil dalam jangka waktu yang sama sesuai dengan thresholds acuan Bank Indonesia, dan turunnya angka kemiskinan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yayan berpendapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah penyaluran BBM rendah sulfur harus efektif dengan ambang batas atau threshold efektivitasnya minimal 60%, sehingga asumsi dampak berjenjangnya terhadap berbagai sektor juga harus diperhitungkan.
Sebagai gambaran, BBM rendah sulfur sebaiknya didistribusikan di wilayah yang rentan terhadap perubahan harga dan golongan orang miskin; seperti wilayah rawan kemiskinan dan sulit transportasi publik, serta tinggi intensitas emisi. Sementara itu, dalam jangka panjang, BBM rendah sulfur harus tersedia secara domestik.
“Saya kira ini sudah ada di Refinery Development Master Plan [RDMP] untuk konversi minyak Indonesia di dalam negeri; [dengan tujuan] untuk mengurangi ketidakpastian dan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan impor,” ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengonfirmasi jenis BBM rendah sulfur yang rencananya bakal diujicobakan pada 17 Agustus 2024 mendatang merupakan jenis JBT Solar.
Dalam kaitan itu, Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah memiliki rencana bahwa BBM rendah sulfur tersebut bakal menggantikan produk Solar bersubsidi. Namun, dia mengeklaim, rencana kebijakan tersebut masih dalam proses kajian pemerintah.
“Rencana-nya untuk jenis Solar. Pemerintah sedang melakukan kajian, arahnya memang kepada Solar subsidi,” ujar Dadan kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (16/7/2024).
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah tengah mencari bahan pencampur yang yang bisa digunakan untuk mengurangi tingkat sulfur dalam BBM tersebut.
Terlebih, tingkat sulfur pada BBM saat ini masih berada di level 500 parts per million (ppm), sementara standar emisi Euro 5 mengharuskan sulfur di bawah 50 ppm.
(dov/wdh)