Logo Bloomberg Technoz

G-20 akan menghadapi upaya kontroversial lain untuk membuat pernyataan bersama (joint statement) tentang prognosis ekonomi global, setelah gagal melakukannya pada Februari akibat perselisihan antaranggota yang dipicu isu invasi Rusia ke Ukraina.

Di sisi lain, isu perbankan lintas batas dan prospek ekonomi yang memburuk juga mencuatkan desakan untuk mendorong kerja sama yang lebih besar pada pertemuan kali ini.

Isu "fragmentasi" turut menjadi permasalahan baru dalam rapat IMF medio bulan ini. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva memperingatkan perihal isu tersebut pekan lalu, saat dia menyampaikan proyeksi ekonomi global 2023 yang suram.

Masih belum jelas apakah pertemuan pekan ini akan melibatkan tatap muka antarpejabat tinggi AS dan China di tengah hubungan bilateral keduanya yang memanas.

“Pertanyaan mendasar adalah bagaimana IMF dan Bank Dunia dapat beroperasi secara efektif jika dua ekonomi terbesar dunia tidak benar-benar ingin bekerja sama,” kata Josh Lipsky, mantan penasihat IMF yang kini menjadi direktur senior di Atlantic Council.

IMF akan merilis laporan Prospek Ekonomi Dunia pada Selasa (11/4/2023) pagi, dengan ekspektasi pertumbuhan global yang direvisi. Organisasi itu juga menjadi tuan rumah bersama pertemuan meja bundar pada Rabu. Sementara itu, perwakilan G-20 mengakhiri rangkaian pertemuan pada Kamis. 

Managing Director IMF Kristalina Georgieva (Sumber: Bloomberg)


Berikut adalah ikhtisar dari beberapa masalah utama yang menjadi fokus dalam agenda IMF pekan ini:

Tekanan Suku Bunga

Isu kesalahan dalam membaca inflasi pada 2021 oleh The Fed, ECB, dan bank sentral utama lainnya terus bergema. Silicon Valley Bank (SVB) kolaps bulan lalu setelah kepemilikan obligasinya terdepresiasi, menyusul kenaikan suku bunga AS yang agresif untuk mengendalikan inflasi. Krisis SVB itu lantas menimbulkan bencana perbankan yang lebih luas.

People's Bank of China (PBOC) bulan lalu mengatakan insiden SVB merefleksikan bahaya risiko kenaikan suku bunga yang agresif dari bank sentral utama duniia. Adapun, India juga termasuk di antara negara yang tidak senang dengan cara negara-negara maju menangani tantangan inflasi. 

Sanjeev Sanyal, penasihat ekonomi untuk Perdana Menteri Narendra Modi, bulan lalu meminta AS dan zona euro untuk menunda pengetatan moneter lebih lanjut setelah krisis perbankan, dan mengkritik negara maju karena stimulus fiskal yang berlebihan selama pandemi.


Kejutan Minyak

Langkah mengejutkan baru-baru ini oleh Arab Saudi, Rusia, dan anggota OPEC+ lainnya untuk memangkas produksi minyak lebih dari 1 juta barel per hari mengejutkan pasar dan pembuat kebijakan.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyebut langkah itu "tidak konstruktif", tetapi beberapa rekannya di negara-negara penghasil minyak utama akan membantu meningkatkan neraca mereka karena pertumbuhan ekonomi global diproyeksi melemah. Harga minyak pada Jumat membatasi kenaikan mingguan ketiga berturut-turut setelah penurunan pasokan yang tidak terduga.

Perkembangan harga minyak. (Sumber: Bloomberg)


Ketegangan Utang

IMF dalam beberapa pekan terakhir menyetujui dana talangan untuk sejumlah ekonomi yang sedang berjuang, termasuk US$15,6 miliar untuk Ukraina — pinjaman pertama untuk negara yang sedang berperang — dan US$3 miliar untuk Sri Lanka. 

Sementara itu, negara-negara lain yang berada dalam kesulitan utang –termasuk Zambia– sedang berjuang untuk menegosiasikan restrukturisasi dengan kreditor mereka. China juga mendorong penjadwalan ulang pembayaran dan meminta bank pembangunan multilateral untuk menerima pemotongan.

Apa yang disebut “Kerangka Bersama G-20”, sebuah peta jalan untuk mempercepat proses restrukturisasi utang, telah berulang kali mengalami penundaan. Pertemuan pada 12 April yang diselenggarakan oleh IMF, Bank Dunia, dan ketua G-20 India kali ini akan mencoba mencapai konsensus yang lebih besar terkait dengan kerangka tersebut.

Sekitar 15% negara berpenghasilan rendah sudah berada dalam kesulitan utang dan 45% lainnya menghadapi kerentanan utang yang tinggi, dan daftarnya terus bertambah. Mantan Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan keringanan utang sangat penting untuk menghindari "dekade yang hilang" dari pembangunan dan rencana pekan ini untuk mendorong reformasi untuk proses tersebut.


Pendanaan Iklim

Yellen termasuk di antara mereka yang mendorong perubahan bank pembangunan multilateral untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan mereka dan menghadapi berbagai tantangan global, termasuk perubahan iklim.

Sebuah rencana pun disusun agar Bank Dunia dapat meningkatkan pinjaman sebesar US$ 50 miliar selama dekade berikutnya.

Ajay Banga — mantan kepala eksekutif Mastercard Inc. dan penerus Malpass yang dipilih AS sebagai presiden Bank Dunia — sepakat dengan visi tersebut.

Namun, Afrika Selatan termasuk di antara negara-negara yang memperingatkan tentang risiko Bank Dunia yang mengambil terlalu banyak mandat, dengan cara yang dapat melemahkan fokus pemberi pinjaman untuk membantu negara-negara miskin mengurangi kemiskinan dan mempercepat pembangunan. 

Isu lain yang juga di bawah pengawasan adalah langkah untuk meningkatkan pengaruh Bank Dunia dengan cara yang membahayakan peringkat kredit AAA teratasnya.

Dolar Amerika Serikat (Sumber: Bloomberg)

Dolar AS

Setelah langkah mengejutkan AS untuk membekukan akses Rusia ke cadangan bank sentralnya, sejumlah pasar negara berkembang mempertanyakan dampak ketergantungan yang mendalam terhadap dolar dalam perdagangan dan keuangan lintas batas. 

Para pejabat AS melihat sedikit risiko terhadap dominasi dolar dalam sistem keuangan global. Namun, berbagai langkah sedang dilakukan untuk meningkatkan penggunaan mata uang lainnya.

Salah satu inisiatif tersebut datang dari India bulan lalu, ketika menawarkan mata uangnya sendiri sebagai alternatif perdagangan ke negara-negara yang menghadapi kekurangan dolar.

Pertemuan di Washington pekan ini  juga dapat melihat pandangan terbaru tentang mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC) dan pandangan pembuat kebijakan tentang anomali di dunia kripto (cryptocurrency).

Gubernur Bank of Japan, Kazuo Ueda. (Dok: Bloomberg)

Bernanke dari Jepang

Dijuluki sebagai Ben Bernanke dari Jepang karena pindah dari akademisi menjadi bintang bank sentral, Kazuo Ueda diharapkan muncul di panggung global di Washington beberapa hari setelah mengambil alih kepemimpinan Bank of Japan (BOJ). 

Komunitas investasi dan pembuat kebijakan internasional akan tertarik untuk mendengar petunjuknya tentang bagaimana dia bermaksud untuk membentuk kebijakan moneter di ekonomi nomor tiga dunia, di tengah ekspektasi luas bahwa dia akan mengurangi sikap BOJ yang masih sangat stimulatif.

Rusia-Ukraina

Perang Rusia dan Ukraina, yang kini memasuki tahun keduanya, terus menimbulkan kejatuhan dalam perdagangan komoditas dan energi. Absennya perwakilan tingkat tinggi Rusia juga akan menjadi perhatian. Pejabat dari G-7 melakukan pemogokan dari pertemuan G-20 di Washington yang berlangsung satu tahun lalu, hanya beberapa pekan setelah invasi Presiden Vladimir Putin.


--Dengan asistensi Tina Davis dan Rich Miller.

(bbn)

No more pages