Logo Bloomberg Technoz

Biaya Dana Terkerek Bunga SRBI, Cuan Bank Menipis

Ruisa Khoiriyah
18 July 2024 14:20

Bank Indonesia. (Rosa Panggabean/Bloomberg)
Bank Indonesia. (Rosa Panggabean/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Keketatan likuiditas yang dikeluhkan oleh sebagian pelaku pasar, disinyalir akibat agresivitas Bank Indonesia menjual Sekuritas Rupiah (SRBI) sebagai bagian dari operasi moneter stabilisasi rupiah, mendapatkan bantahan kuat dari bank sentral.

Gubernur BI Perry Warjiyo menunjukkan berbagai indikasi yang menurutnya menjadi pertanda bahwa kondisi likuiditas di pasar baik-baik saja. Mulai dari tingginya rasio AL/DPK perbankan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih melaju, hingga capaian pertumbuhan kredit yang masih double digit, dinilai BI menjadi indikasi tidak ada persoalan likuiditas saat ini. Tidak pula memicu adanya crowding out, alias perebutan dana terutama dengan Kementerian Keuangan yang juga menjual surat utang (SBN).

Namun, tingginya bunga SRBI yang sempat menyentuh 7,53%, nyatanya telah membuat biaya dana (cost of fund) atau disebut juga Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) jadi semakin mahal. Bank menaikkan bunga simpanan agar penempatan dana nasabah tetap bertumbuh.

Pada saat yang sama, demi menjaga daya saing supaya kredit tetap tumbuh, bank terpantau masih menurunkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Penurunan SBDK di tengah cost of fund yang naik pada akhirnya mengikis tingkat margin bank. Tren itu kemungkinan bisa terus berlanjut bila kenaikan bunga tinggi SRBI belum terhenti.

Hasil asesmen BI terakhir terhadap perbankan yang dirilis kemarin mencatat, pada Mei 2024, cost of fund yang ditanggung perbankan terus meningkat. "Kenaikan itu sejalan dengan kenaikan suku bunga deposito 1 bulan pada periode yang sama," kata BI.