Logo Bloomberg Technoz

"Oleh karena itu, maka utk melindungi kita dari spill over [sentimen] Fed Fund Rate, imbal hasil Treasury dan dolar AS, kami  arahkan [bunga] SRBI lebih tinggi. Karena [imbal hasil negara maju] lebih tinggi makanya yield SRBI harus kompetitif, kami bandingkan dengan peer group seperti India dan sebagainya," kata Perry dalam konferensi pers pengumuman hasil RDG Bank Indonesia edisi Juli di Jakarta siang hari ini. 

Perry menjelaskan, situasi saat ini adalah yield surat utang AS tenor pendek (US Notes) bertenor 2 tahun lebih tinggi ketimbang UST-1OY yaitu 4,7% dibandingkan 4,4%. Namun, ia melihat, pada kuartal IV level kedua surat utang itu akan konvergen sehingga ke depan yield SRBI dengan SBN juga mengarah pada tren serupa.

Dalam jangka pendek operasi moneter masih akan diarahkan untuk menstabilkan arus masuk modal asing dengan memberikan bunga SRBI lebih tinggi ketimbang SBN, agar rupiah bisa dijaga stabilitasnya.

"Lalu apakah terjadi crowding out? Salah satu, apakah ada inflow SBN, iya. Apakah kenaikan yield SBN terlalu tinggi? Tidak. Yield SBN malah relatif stabil meskipun US Treasury 1Y tinggi sedang imbal hasil SBN 2Y dan 10Y stabil di 6,68% dan 6,95% dan premi pasar keuangan," jelas Perry.

Gubernur BI dua periode ini memastikan, bank sentral selalu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. BI bahkan memastikan akan menyerap SBN di pasar bila harganya jatuh, sesuatu yang semakin membuat penguasaan bank sentral terhadap SBN di pasar sekunder makin besar. Yakni mencapai lebih dari 23% dari outstanding SBN di pasar saat ini.

"Kalau kenaikan yield lebih tinggi, kami akan beli di pasar sekunder supaya yield SBN tidak melebar bahkan stabil bahkan itu juga terjadi meskipun inflow kecil. SBN kini sudah mulai sedikit-sedikit masuk [dana asing] meski belum konsisten sedang ke saham masih kecil. Jadi untuk jaga stabilitas jangka pendek, yield SRBI memang perlu sejalan dengan dengan global supaya bisa menarik arus masuk modal asing," terang Perry.

Sejauh ini, SRBI telah diterbitkan sebesar Rp775,45 triliun di mana asing menguasai sekitar Rp220,35 triliun atau sekitar 28% dari total outstanding di pasar sekunder.

"Yield SBN tidak tinggi relatif stabil, kami sudah koordinasi dengan Kemenkeu bila kenaikan yield SBN berlebihan, kami akan beli di pasar sekunder. Makanya dalam  koordinasi ini Kemenkeu akan fokus pada SBN jangka panjang, sedangkan BI memakai SRBI untuk sementara kuartal III," kata Perry.

Perry kembali menepis dugaan adanya crowding out di pasar saat ini. "Apakah crowding out? Tidak. Dari SBN ke SRBI baik dari suku bunga maupun lelang SBN untuk pembiayaan fiskal, tidak [crowding out]. Apakah kemudian berdampak pada keketatan likuiditas? Kalau ditanya keketatan likuiditas di perbankan, tidak [ketat]. Alat Likuid dibagi Dana Pihak Ketiga [AL/DPK] itu 25,36%, lebih dari cukup. Sepanjang sejarah, AL/DPK tidak pernah lebih dari 15%. Lalu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga juga tinggi 8,45%," kata Perry.

(rui)

No more pages