Sumber instabilitas itu datang dari perekonomian negara-negara maju yang sampai detik ini masih berjibaku menaklukkan inflasi. Amerika masih kepayahan menjinakkan inflasi yang keras kepala terlihat dari kondisi pasar tenaga kerja yang masih ketat. Data terbaru yang dirilis pekan lalu memberi sinyal campur aduk pada Federal Reserve terkait arah bunga acuan.
Pasar terpecah antara optimisme bahwa Fed akan lekas memangkas bunga, terlebih ketika krisis perbankan meledak bulan lalu. Akan tetapi, pasar tenaga kerja yang masih kuat, menciutkan ekspektasi itu. Kecemasan yang kembali muncul dari ketidakpastian arah bunga inilah yang bisa menekan selera asing masuk ke pasar domestik, terutama di pasar obligasi.
Namun, tren inflasi yang semakin landai, tingkat imbal hasil obligasi yang masih menarik dan potensi laba korporasi yang menjanjikan menyusul pemulihan ekonomi yang kuat pasca pandemi jinak, Indonesia mencuri perhatian pemodal global. Itu yang terlihat sepanjang kuartal I lalu, terindikasi dari aliran modal asing yang terus meningkat dan terus berlanjut menginjak April.
"Nilai cadangan devisa RI tahun ini bisa meningkat di kisaran US$ 135 miliar hingga US$ 155 miliar."
Faisal Rachman, Chief Economist Bank Mandiri
Catatan BI, pemodal non residen mencatat nilai beli bersih di pasar keuangan domestik senilai total Rp 63,65 triliun sejak awal tahun hingga 5 April lalu. Pemodal asing kebanyakan menyerbu pasar obligasi dengan nilai beli bersih mencapai Rp 59 triliun, sisanya baru di pasar saham.
Aliran modal asing yang mengucu deras ke pasar domestik itu turut mendongkrak nilai cadangan devisa Maret. "Secara musiman, pada Maret dan April biasanya nilai cadangan devisa itu turun. Tahun lalu masing-masing menurun US$ 2,3 miliar dan US$ 3,5 miliar. Jadi, kenaikan cadev Maret lalu hingga [hampir] US$ 5 miliar, menjadi kejutan yang positif," komentar Satria Sambijantoro, Kepala Ekonom Bahana Sekuritas.
Ekonom memprediksi modal asing kemungkinan masih akan terus mengalir masuk mengingat selisih real interest rate masih menarik seiring inflasi domestik yang terus melandai. Inflasi Maret lalu tercatat 4,97% dan inflasi inti sudah di area target bank sentral.
“Itu akan menjaga real interest rate tetap positif sehingga aset pasar keuangan masih akan menarik dibandingkan peers [emerging market lain] dan dapat menarik modal asing masuk,” jelas Faisal Rachman, Chief Economist Bank Mandiri dalam catatannya, Senin (10/4/2023).
Repatriasi duit eksportir
Upaya BI memperbanyak amunisi untuk mengimbangi tekanan sektor eksternal melalui repatriasi duit ekspor, juga perlahan memberikan penguatan. Lelang term deposit valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang digelar sejak awal Maret hingga terakhir 6 April lalu, telah berhasil menarik dolar AS para eksportir setidaknya Rp 5,44 triliun. Yang menarik, para eksportir juga mulai menyasar term deposit valas tenor lebih panjang di atas 1 bulan.
Ekonom memperkirakan ada potensi sekitar US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar yang bisa tersedot melalui lelang TD Valas DHE itu. "Pemerintah juga sedang melengkapi aturan DHE baru, itu dampaknya akan besar pada besar DHE yang wajib disimpan di dalam negeri dan pasti akan positif bagi cadangan devisa dan nilai tukar rupiah," jelas Faisal.
Nilai tukar rupiah saat ini masih bertahan di kisaran Rp 14.905 per dolar AS, menguat tipis di tengah penguatan indeks dolar AS di pasar internasional. Bila ketidakpastian global mereda, ada peluang rupiah bisa menutup tahun ini di zona Rp 14.000-an, menurut Faisal, yang memprediksi rata-rata pergerakan USDIDR di kisaran Rp 15.220 tahun ini.
Dengan berbagai faktor itu, nilai cadangan devisa RI berpeluang meningkat tahun ini hingga ke kisaran US$ 155 miliar. "Kami merevisi ke atas perkiraan nilai cadangan devisa tahun ini di kisaran US$ 135 miliar hingga US$ 155 miliar, dari prediksi semula US$ 135 miliar - US$ 145 miliar," tulis Faisal. Pada akhir 2022, nilai cadangan devisa RI mencapai US$ 137,2 miliar.
Musim dividen
Nilai cadev yang kuat dan masih tingginya animo asing menempatkan dana investasi portofolio di pasar keuangan domestik menjadi penopang stabilitas kekuatan rupiah, terlebih bila volatilitas kian menajam seiring ketidakpastian arah bunga Fed.
Di sisi lain, bulan-bulan ke depan, Indonesia juga menghadapi risiko kenaikan permintaan dolar AS di pasar menyusul pembayaran dividen pada Mei dan pembayaran utang luar negeri RI. "Biasanya bulan Mei secara historis mencatat penurunan nilai cadangan devisa," kata Satria.
Kenaikan permintaan dolar AS yang tinggi dapat menekan pergerakan rupiah. Bila amunisi penopang tida mampu mengimbangi, rupiah bisa terbenam melemah dan dapat berdampak lebih jauh terhadap perekonomian domestik
(rui/evs)