Kenaikan yield Treasury itu terdorong oleh spekulasi baru para pelaku pasar yang memperkirakan The Fed, bank sentral AS, bisa memulai penurunan bunga acuan pada FOMC Juli ini. Spekulasi tersebut tercermin dari pola bearish steepening yang terjadi secara tiba-tiba semalam.
Yield 30Y UST naik 6,1 bps menjadi 4,46%, sehingga yield spread antara 30Y dengan 2Y berubah menjadi flat 0 bps dari sebelumnya -5 bps. Secara keseluruhan kurva yield US treasury berbentuk inverted U-shaped dengan level yield 30Y dan 2Y setara di 4,46%.
"Namun, dinamika di pasar US Treasury tidak serta merta berdampak positif terhadap pasar SBN akibat menurunnya surplus neraca dagang bulan Juni yang berpeluang memperlebar defisit neraca berjalan," kata Lionel Prayadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas dan Analyst Nanda Rahmawati dalam catatannya pagi ini.
Kinerja neraca dagang Indonesia pada Juni mencatat surplus yang makin kecil, hanya US$2,38 miliar, akibat lemahnya kinerja ekspor yang lebih buruk ketimbang perkiraan.
Perlambatan ekspor Indonesia pada Juni memberikan sinyal kinerja manufaktur domestik yang semakin kuat. Itu terlihat karena penurunan ekspor nonmigas yang mencapai 6,2% month-to-month pada Juni, ketika ekspor sumber daya alam andalan RI masih positif.
Adapun impor mencatat overturn kinerja dengan pertumbuhan 7,58% year-on-year akibat lonjakan impor migas hingga 19,01% pada Juni lalu.
Nilai surplus neraca dagang Juni yang lebih kecil membuka potensi semakin lebarnya defisit transaksi berjalan RI pada kuartal II-2024. Transaksi berjalan RI pada kuartal II diprediksi makin melebar menjadi -0,55% terhadap Produk Domestik Bruto.
(rui)