Pelemahan rupiah adalah karena perburuan terhadap dolar AS yang masih berlanjut menyusul makin besarnya peluang Kandidat Presiden AS Donald Trump menang dalam Pemilu November nanti. Trump memilih JD Vance sebagai pasangan wakil presiden, mendampinginya berkontestasi di Pemilu AS November nanti.
Langkah Trump tersebut melesatkan indeks saham Wall Street kemarin hingga indeks DJIA menjebol rekor tertinggi sepanjang masa. Pemilihan sosok wapres tersebut dinilai memperkuat peluang Trump melenggang ke Gedung Putih, mengalahkan Petahana Joe Biden.
Namun, bagi pemegang obligasi, kabar itu memicu kekhawatiran. Dukungan Trump terhadap kebijakan fiskal yang lebih longgar dan tarif yang lebih tinggi berpotensi mengerek inflasi AS lagi bila ia terpilih sehingga membuka peluang rezim higher for longer lebih lama di masa mendatang.
Alhasil, pernyataan dovish Powell dalam acara Economic Club kemarin, tidak terlalu menolong sentimen global. Powell bilang, data-data ekonomi AS pada kuartal II telah memberikan keyakinan yang lebih besar bagi para pengambil kebijakan bahwa inflasi sedang menuju target 2%, yang mungkin membuka jalan bagi penurunan bunga jangka pendek.
"Kami tidak memperoleh keyakinan tambahan apapun pada kuartal pertama, namun tidak pada data-data di kuartal kedua termasuk satu dari pekan lalu [data inflasi], menambah keyakinan," kata Powell saat diwawancara oleh David Rubenstein di acara tersebut.
Nada dovish Powell menaikkan taruhan para trader di pasar swap. Probabilitas penurunan bunga The Fed pada September makin naik menyentuh 91,2%. Diikuti penurunan berikutnya dua bulan berturut-turut masing-masing dengan peluang sebesar 61,7% dan 55,2%.
Dalam situasi lazim, nada Powell itu akan mengikis pamor dolar AS dan menurunkan yield Treasury, surat utang AS, dan memberi ruang penguatan pada aset-aset emerging market termasuk rupiah.
Namun, perhitungan terhadap potensi lonjakan inflasi ke depan apabila Trump menang dalam Pemilu November, membuat pasar terjebak kegalauan.
Imbal hasil surat utang AS naik di semua tenor di mana UST-10Y naik 4,7 bps ke 4,22%. Sedangkan tenor 30Y bahkan naik 6,1 bps ke 4,45%. Tenor pendek 2Y naik tipis 0,6 bps menjadi 4,45%.
Pamor aset-aset di pasar emerging jadi sedikit memudar. Indeks harga obligasi di negara berkembang ditutup turun 0,18% dini hari tadi.
(rui)