Logo Bloomberg Technoz

Saat rupiah melemah, produk-produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar dunia. Permintaan pun kemudian terdongkrak.

Impor Melambat, Neraca Dagang Surplus

Sementara konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan impor tumbuh 8,15% yoy pada Juni. Sedikit melambat dibandingkan laju pertumbuhan Mei yang sebesar 8,83% yoy.

Di satu sisi, pelemahan rupiah memang bisa mengerek ekspor. Namun di sisi lain, depresiasi mata uang Tanah Air akan membuat biaya impor menjadi lebih mahal.

Perlambatan impor tidak selalu menjadi kabar baik. Sebab, lebih dari 90% impor Indonesia berupa bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan industri dalam negeri. Saat impor melemah, maka bisa dibilang industri dalam negeri sedang bermasalah.

Wakil Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Jahen Fachrul Rezki menjelaskan, kenaikan harga bahan baku tersebut sangat mempengaruhi produksi perusahaan, sehingga pada akhirnya biaya produksi turut naik.

“Implikasinya mereka terpaksa menurunkan produksi barang atau meningkatkan harga barang yang diproduksi,” ucap Jahen.

Kelesuan industri terpampang dalam data Purchasing Managers’ Index (PMI). S&P Global melaporkan PMI manufaktur Indonesia berada di 50,7 pada Juni. 

PMI di atas 50 menggambarkan aktivitas yang berada di area ekspansi, bukan kontraksi. PMI manufaktur Tanah Air sudah berada di zona ekspansi selama 34 bulan beruntun.

Akan tetapi, PMI manufaktur jauh melambat ketimbang Mei yang sebesar 52,1. Skor 50,7 juga menjadi yang terendah sejak Mei tahun lalu.

“Penurunan PMI disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan output dan permintaan. Produksi tumbuh dalam laju terlemah sejak Mei 2023, sementara pemesanan baru tumbuh di posisi terlemah dalam 13 bulan terakhir. Permintaan ekspor yang masih lemah lagi-lagi menjadi beban,” sebut keterangan tertulis S&P Global.

Dengan perkembangan ekspor dan impor tersebut, konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Juni membukukan surplus US$ 2,91 miliar. Sedikit lebih rendah ketimbang Mei yang surplus US$ 2,93 miliar.

Jika terwujud, maka Indonesia akan mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 50 bulan beruntun. Meski surplus terjadi selama lebih dari 4 tahun, tetapi ini bukan rekor terpanjang. Surplus terpanjang pernah terjadi 152 bulan berturut-turut pada Juni 1995-April 2008.

(aji)

No more pages