Logo Bloomberg Technoz

Pengamat Nilai DPA Tidak Mendesak dan Hanya Alat Politik Jokowi

Pramesti Regita Cindy
13 July 2024 14:30

Presiden Jokowi saat Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024. (Youtube Setpres)
Presiden Jokowi saat Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024. (Youtube Setpres)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pengamat parlemen sekaligus peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa revisi Undang-undang nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) yang akan diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bukanlah suatu hal yang mendesak.

Pasalnya, Wantimpres atau DPA menurutnya hanya kerap kali jadi tempat tergabungnya tokoh yang dianggap berjasa untuk penguasa. 

Disatu sisi, penetapan mereka sendiri juga dilakukan oleh Presiden sebagai pemilik legitimasi yang tinggi, sehingga saran atau masukan dari pihak terutama DPA tidak akan banyak didengar. 

"Presiden dengan legitimasi yang tinggi dan kekuasaan yang super akan merasa paling mampu memikirkan dan melakukan sesuatu sehingga saran atau pertimbangan dari pihak lain seperti DPA akan tak banyak didengar, dan lagian anggota DPA dengan segala macam cara akan diisi oleh orang-orang Penguasa," jelas Lucius kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (13/7/2024). 

"Bagaimana DPA mau mengusulkan atau menimbang sesuatu kepada Presiden ketika mereka justru diangkat oleh Presiden? Ya paling masukan yg basa-basi aja," sambungnya.