Ryotaro Nakamaru, Mia Glass dan Alastair Gale - Bloomberg News
Bloomberg, Jepang mengganti kepala angkatan lautnya dan menghukum lebih dari 200 pejabat pertahanan setelah serangkaian skandal yang mencakup kesalahan penanganan informasi rahasia dan penggelembungan gaji.
Rangkaian pelanggaran ini termasuk yang paling luas yang terungkap di kalangan pertahanan Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini juga menodai upaya Tokyo untuk memperkuat militernya guna menghadapi tantangan yang meningkat dari China dan Korea Utara.
"Masalah-masalah ini telah mengkhianati kepercayaan publik dan tidak dapat diterima," kata Menteri Pertahanan Minoru Kihara pada Jumat (12/07/2024) di Tokyo. Dia menambahkan bahwa pihaknya akan mengembalikan gajinya selama satu bulan untuk mengakui tanggung jawabnya sendiri. Dia berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kembali insiden ini.
Skandal tersebut mencakup informasi rahasia tentang pergerakan kapal perang yang dapat diakses oleh individu tanpa izin keamanan, serta puluhan penyelam angkatan laut yang mengklaim gaji atas tugas berisiko tinggi padahal tugas itu sebenarnya tidak mereka lakukan, kata kementerian itu. Ada juga kasus pejabat kementerian yang secara verbal melecehkan bawahan, kata kementerian itu.
Pihak kementerian mengatakan sekitar 220 pejabat dijatuhi hukuman mulai dari pemecatan hingga teguran resmi.
Angkatan laut Jepang, yang dikenal sebagai Pasukan Bela Diri Maritim (Maritime Self-Defense Force/MSDF), menjadi pusat dari banyak tuduhan pelanggaran. Laksamana Ryo Sakai, kepala staf MSDF, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia akan mundur pada 19 Juli untuk mengambil tanggung jawab.
"Dengan memanfaatkan kesempatan ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya atas kekecewaan yang ditimbulkan," katanya dalam pernyataan yang diposting di halaman web kementerian.
Pengungkapan tersebut dapat meningkatkan keengganan publik untuk menanggung biaya peningkatan belanja pertahanan yang pesat.
Jepang sedang dalam proses meningkatkan pengeluaran pertahanan menjadi sekitar 2% dari produk domestik bruto (PDB) dari sekitar 1% selama lima tahun hingga 2028. Pemerintah telah menunda keputusan tentang bagaimana mereka akan mendanai sebagian besar pengeluaran tambahan untuk senjata seperti rudal dan jet tempur. Sementara jajak pendapat menunjukkan penolakan publik terhadap kenaikan pajak untuk membiayai pengeluaran pertahanan tambahan.
Dalam buku putih pertahanan tahunan yang dirilis pada Jumat, Jepang mengatakan telah mengamankan 42% dari total ¥43,5 triliun yang dibutuhkan untuk mendanai peningkatan pertahanan yang direncanakan.
Perdana Menteri Fumio Kishida, yang berbicara setelah menghadiri pertemuan puncak NATO di Washington, mengatakan dia telah menginstruksikan Kihara untuk mengatasi masalah dan memperkuat kepemimpinan untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik.
"Melihat kembali pertemuan NATO, jelas bahwa kita menghadapi lingkungan keamanan yang sangat serius. Dengan mengingat hal itu, Jepang tidak boleh lengah dalam keamanan negara kita sendiri," kata Kishida.
Skandal pertahanan menambah sakit kepala lain untuk prospek Kishida agar tetap berkuasa. Peringkat dukungannya berada di titik terendah dalam sejarah karena penanganan skandal pendanaan politik yang terpisah dan karena rumah tangga dilanda kenaikan harga.
(bbn)