Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan alasan pemerintah dan DPR RI sepakat menetapkan tarif pajak hiburan yang tinggi dalam aturan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Menurut Luky, penetapan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebagai objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang ditetapkan dengan tarif khusus sebagaimana ketentuan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD. Luky mengatakan, aktivitas-aktivitas diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa merupakan gaya hidup dan bukan kebutuhan dasar dalam kehidupan seperti sandang, pangan, dan papan.
Dia menjelaskan tarif layanan yang relatif tinggi menjadi alasan mengapa aktivitas-aktivitas ini hanya dilakukan oleh kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi relatif tinggi.
"Kelompok masyarakat tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan utamanya dan masih memiliki kemampuan lebih untuk dibelanjakan pada hal-hal sekunder ataupun tersier seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa,” papar Luky mewakili pemerintah dalam sidang uji materiil UU HKPD yang berlangsung pada Kamis (11/7/2024).
Luky menuturkan, teori penetapan tarif pajak dikenal prinsip keadilan, yakni kelompok masyarakat dengan ekonomi yang lebih tinggi akan menanggung beban pajak yang lebih besar daripada masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang lebih rendah.
Pemerintah harus mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi atas barang-barang yang bersifat eksklusif tersebut untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Menurut Luky, negara memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk merumuskan kebijakan penetapan tarif pajak sehingga penetapan tarif pajak merupakan kebijakan terbuka (open legal policy).
Pilihan kebijakan pembentuk undang-undang yang menetapkan jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebagai objek PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan pada UU HKPD tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Sementara itu, pemerintah mengaku telah membahas dan menetapkan tarif bersama dengan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak termasuk para pelaku usaha dan berbagai elemen masyarakat.
UU HKPD juga memberikan ruang kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah untuk memberikan insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi dan/atau sanksinya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 101 UU HKPD.
(lav)