Dalam seminggu terakhir, harga emas naik 2,37% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga terangkat 3,7%.
Rilis data ekonomi terbaru di Amerika Serikat (AS) jadi sentimen positif bagi harga emas. Malam tadi waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics meriiis data inflasi periode Juni.
Bulan lalu, terjadi deflasi 0,1% dibandingkan Mei (month-to-month/mtm). Ini menjadi deflasi pertama sejak Mei 2020.
Dibandingkan Juni tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi tercatat sebesar 3%. Ini menjadi yang terendah sejak Juni 2023.
Sementara laju inflasi inti bulanan ada di 0,1% mtm. Melambat dibandingkan Mei yang sebesar 0,2% mtm dan menjadi yang terendah sejak Februari 2021..
Adapun inflasi inti secara tahunan adalah 3,3% yoy. Lebih rendah ketimbang Mei yang 3,3% yoy dan menjadi yang terendah selama lebih dari 3 tahun terakhir.
Data ini membuktikan bahwa inflasi di Negeri Adikuasa mulai ‘jinak’. Oleh karena itu, keyakinan bahwa bank sentral Federal Reserve bisa menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat kian tebal.
Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5-5,25% pada September mencapai 84,5%. Emas adalah instrumen yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
(aji)