Bulan lalu, terjadi deflasi 0,1% dibandingkan Mei (month-to-month/mtm). Ini menjadi deflasi pertama sejak Mei 2020.
Dibandingkan Juni tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi tercatat sebesar 3%. Ini menjadi yang terendah sejak Juni 2023.
Sementara laju inflasi inti bulanan ada di 0,1% mtm. Melambat dibandingkan Mei yang sebesar 0,2% mtm dan menjadi yang terendah sejak Februari 2021..
Adapun inflasi inti secara tahunan adalah 3,3% yoy. Lebih rendah ketimbang Mei yang 3,3% yoy dan menjadi yang terendah selama lebih dari 3 tahun terakhir.
Data ini membuktikan bahwa inflasi di Negeri Adikuasa mulai ‘jinak’. Oleh karena itu, keyakinan bahwa bank sentral Federal Reserve bisa menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat kian tebal.
Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5-5,25% pada September mencapai 84,5%. Emas adalah instrumen yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas kian mantap di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 63,06. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sedangkan indikator Stochastic RSI sudah menyentuh angka 100. Sudah maksimal, paling tinggi, sangat jenuh beli (overbought).
Oleh karena itu, ada kemungkinan harga emas akan terkoreksi. Target support terdekat ada di US$ 2.380/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.360/troy ons bisa menjadi target selanjutnya.
Apabila masih kuat menanjak, maka target resisten terdekat adalah US$ 2.431/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membuat harga emas melesat ke arah US$ 2.454/troy ons.
(aji)