Logo Bloomberg Technoz

Crowding out merupakan kondisi ketika kebijakan pemerintah yang bersifat ekspansif mempengaruhi kondisi pasar. Hal ini dapat diartikan sebagai pengeluaran investasi dari sektor swasta menurun karena adanya peningkatan pinjaman pemerintah.

Wijayanto menilai pasar keuangan, terutama pasar modal nasional sedang berada dalam kondisi mati suri. Menurut dia, hal ini cenderung memberatkan sektor riil.

"Di level saat ini SBRI masih oke, tetapi jika terus digeber, maka crowding out masif akan terjadi, baik dari perbankan maupun pasar modal," ujar Wijayanto kepada Bloomberg Technoz, Kamis (11/7/2024).

Strategi bank sentral menerbitkan SRBI dengan bunga diskonto tinggi mampu mendorong para investor mengoleksi instrumen investasi tersebut. Minat yang makin terpusat di instrumen tenor pendek itu telah memicu pengetatan likuiditas di perbankan yang berimbas pada menurunnya target kredit beberapa bank.

Sejauh ini, bukan hanya investor dari sektor perbankan yang menimbun penempatan di instrumen tenor pendek itu. Para pengelola dana di industri nonbank, seperti asuransi, dana pensiun dan reksa dana, terlihat meningkatkan minat terhadap SRBI. 

Mengacu pada data yang dilansir oleh BI, industri nonbank tercatat memborong SRBI sebesar Rp34,4 triliun selama Juni. Nilai pembelian itu naik tajam dibanding Mei yang baru sebesar Rp1,3 triliun. 

Pada saat yang sama, investor asing tercatat menurunkan nilai pembelian di instrumen tenor pendek itu, menjadi hanya Rp40,3 triliun, dari bulan sebelumnya sebanyak Rp77 triliun.

Investor asing saat ini menguasai 27% dari total SRBI yang beredar di pasar, sementara perbankan domestik memiliki 64% SRBI dan investor nonbank domestik sebanyak 6%.

"Arus masuk asing yang lebih rendah dan pembelian SRBI oleh investor domestik yang lebih tinggi bisa memicu efek crowding out yang lebih serius," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Analyst Drewya Cinantyan, dalam catatan yang dikutip, Kamis (11/7/2024).

SRBI pada mulanya dirancang untuk menarik modal asing masuk agar suplai valas di dalam negeri meningat sehingga membantu penguatan rupiah. "Namun, instrumen tersebut akhirnya menguras likuiditas dalam negeri yang seharusnya bisa disalurkan ke obligasi pemerintah atau ke pasar saham," jelas analis.

Sejak diterbitkan pada September tahun lalu, BI telah menjual sedikitnya Rp721,06 triliun SRBI hingga akhir Juni. Hal yang terjadi sejauh ini, penerbitan SRBI yang ditawarkan dengan imbal hasil jauh lebih tinggi, jauh di atas bunga acuan BI rate dan mengalahkan yield obligasi negara (SBN) tenor terpanjang sekalipun, telah menarik nyaris semua dana di pasar merapat kesana. Implikasinya, likuiditas kian seret di pasar saham, obligasi serta deposito perbankan.

(lav)

No more pages