“Pertama defisit tetap dibawah 3% dan terkait dengan rasio utang tetap sekitar 40%,” tutup Airlangga.
Seperti diketahui, rencana mengerek rasio utang Indonesia hingga 50% dari PDB pada pemerintahan baru nanti disampaikan oleh adik Prabowo dalam sebuah wawancara baru-baru ini. Langkah itu akan ditempuh bersamaan dengan rencana mengerek penerimaan pajak untuk membiayai belanja negara.
Hashim bahkan menyatakan, Prabowo mengizinkan kenaikan rasio utang itu agar belanja program ambius seperti makan bergizi gratis yang menjadi andalan kampanye, bisa dibiayai. Namun, rencana kenaikan rasio utang itu diberikan dengan syarat pemerintah bisa mengerek pendapatan pajak.
Hashim bilang, ia yakin Indonesia masih bisa mempertahankan peringkat kredit 'Investment Grade' meski rasio utang naik ke 50% dari posisi saat ini di 39%. "Idenya adalah meningkatkan pendapatan dan tingkat utang. Saya sudah bicara dengan Bank Dunia dan mereka berpendapat [rasio utang] 50% adalah tindakan bijaksana," kata Hashim yang notabene menjadi penasihat utama Prabowo selama ini.
Rencana kontroversial Prabowo ini pertama kali pecah dalam laporan Bloomberg News dan memicu guncangan di pasar yang menyeret rupiah jatuh hingga menyentuh Rp16.450/US$, terlemah sejak April 2020.
Namun, isu itu kemudian dibantah dalam konferensi pers yang dihadiri oleh dua menteri utama Kabinet Jokowi yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mendampingi Anggota Satgas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo Gibran, Thomas Djiwandono.
Thomas dalam press briefing 24 Juni itu menyatakan, kabar yang menyebut rencana Prabowo menaikkan rasio utang hingga 50% itu sesuatu yang tidak mungkin.
"Terkait rasio utang terhadap PDB yang mungkin pernah dikatakan sudah kami rencanakan di atas 50% dan sebagainya itu tidak mungkin," kata Thomas, yang juga keponakan Prabowo.
(azr/lav)