Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan ahli pertambangan menilai rencana pemerintah mengkaji relaksasi ekspor bijih bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) tidak akan serta-merta bisa mendorong progres dari pabrik pemurnian atau smelter mineral logam tersebut, yang selama ini banyak terbengkalai.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan para penambang tetap membutuhkan investasi untuk pembangunan smelter bauksit karena biaya yang diperlukan minimal mencapai US$1 miliar.
Dengan asumsi kuota relaksasi ekspor bauksit yang diberikan 30 juta ton dan harga US$35 per ton dan biaya operasional 60%—65%, maka dana yang terkumpul baru sekitar US$350—US$400 juta.
“Butuh waktu lama kalau mengharapkan dana terkumpul dari relaksasi ekspor, karena kuota itu kan dibagi-bagi kepada beberapa perusahaan. Tidak terkumpul di satu perusahaan,” ujar Rizal kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (11/7/2024).

Rizal menilai, upaya menggaet investor dan membantu pendanaan lewat perbankan nasional tetap diperlukan untuk meningkatkan kemajuan smelter bauksit.
Sedikit Keringanan
Berbeda pendapat, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai relaksasi ekspor bauksit bisa memberikan sedikit keringanan bagi penambang bauksit.
Dengan relaksasi tersebut, penambang bisa meningkatkan operasional dan berpotensi mendapatkan pemasukan untuk biaya operasi serta melanjutkan pembangunan smelter.
“Selain itu perlu mendorong percepatan pengembangan industri turunan dari hilirisasi bauksit, sehingga pasar produk dari smelter juga akan terserap di dalam negeri serta meningkatkan nilai ekonomi industri hilirisasi bauksit,” ujarnya.
Namun, tegasnya, keputusan relaksasi juga harus disertai pengawasan oleh pemerintah tentang progres dan keseriusan pelaku usaha untuk mempercepat pembangunan smelter.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengatakan bakal melakukan kajian kembali atas kebijakan relaksasi ekspor bijih bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kuota terbatas, usai sudah dilarang sejak Juni 2023.
Adapun, pernyataan ini dilontarkan usai Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman mendorong Kementerian ESDM mendesak kementerian melakukan kajian dalam memberikan relaksasi ekspor washed bauxite.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati mengatakan kajian relaksasi ekspor bauksit dengan kuota terbatas itu bakal mempertimbangkan beberapa aspek.
“[Aspek tersebut] antara lain perekonomian masyarakat setempat, rencana dan progres pembangunan smelter bauksit di dalam negeri, termasuk peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini terkait dengan tata kelola ekspor bauksit, dan aspek lainnya,” ujar Rita kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (10/7/2024).
Berdasarkan data PT Superintending Company of Indonesia atau Sucofindo, perusahaan inspeksi di Indonesia, saat ini setidaknya hanya 4 dari 12 smelter bauksit di Indonesia yang sudah beroperasi.
Smelter bauksit yang telah beroperasi di Indonesia adalah PT Indonesia Chemical Alumina (ICA), PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (ekspansi), dan PT Bintan Alumina Indonesia.
Sementara itu, sebanyak 8 pembangunan proyek smelter lainnya masih dalam tahap konstruksi dan belum diselesaikan pembangunannya karena beberapa kendala.
(dov/wdh)